Oleh : Umi Zahrok1
Segenap kaum beragama, terutama ummat Islam, senantiasa menyandarkan arah spiritualitas dan segala hasil ikhtiar kehidupan baik yang bersifat duniawi muapun ukhrawi kepada garis takdir Allah SWT. Namun demikian pada dimensi keduniaan, semisal munculnya terpaan wabah virus corona (Covid-19) yang menjadi musibah global dan menjadi keprihatinan dunia serta antisipasi nasional, maka kita semua wajib melakukan upaya pencegahan sebelum wabah tersebut merebak, menjalar ke wilayah yang lebih luas di Indonesia. Kaidah ushul fiqh menyatakan ”menyumbat sesuatu yang menghadirkan kemadharatan lebih utama, untuk menghindari sesuatu kemafsadatan atau kerusakan yang lebih luas ‘dar’ul mafasid muqadamun ‘alaa jalbil mashalikh’.”
Terdapat banyak alternatif pencegahan sebagaimana disampaikan oleh Professor Choirul Anam Nidom antara lain berupa empon-empon (ramuan tradisional) yang mampu menguatkan daya imun atau kekebalan tubuh dan berpotensi mencegah penularan ragam penyakit termasuk virus corona.2 Temuan ini sesungguhnya bukan hal yang baru jika ditilik secara historis kebiasaan nenek moyang bangsa Indonesia minum jamu tradisonal semacam, beras kencur, kunir asem, temu lawak, daun sirih dan sejenis ramuan pahit brotowali dan lain lain. Sehingga dunia penelitian menyebut Indonesia sebagai live laboratory. Di Indonesia sendiri, meskipun memiliki kurang lebih 90% total jenis tumbuhan-tumbuhan berkhasiat jamu ada di Indonesia, ternyatahanya terdapat sekitar 9.000-spesies tanaman yang diduga memiliki khasiat obat. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 5% yang dimanfaatkan sebagai bahan fitofarmaka sedangkan sekitar 1000-an jenis tanaman sudah dimanfaatkan untuk bahan baku jamu.
Sehingga bisa dimaknai obat tradisional merupakan warisan budaya masyarakat daerah yang dipergunakan untuk pencegahan, pengobatan, perawatan, dan/atau pemeliharaan kesehatan secara turun temurun sehingga perlu dilestarikan, dikembangkan, dan dilindungi.
Provinsi jawa Timur merupakan bagian dari daerah penghasil tanaman biofarmaka yang sangat besar sebagai bahan obat tradisional. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut (dalam ton):
No | Nama Tanaman Biofarmaka | Jumlah Produksi di Jawa Timur | Jumlah Produksi Nasional | Persentase |
1 | Jahe | 81 | 303 | 26,7% |
2 | Kunyit | 7,34 | 130,06 | 5,6% |
3 | Lengkuas/Laos | 7,22 | 62,49 | 11,5% |
4 | Kencur | 3,71 | 37,64 | 9,8% |
Penyerapan Konsumsi Tanaman Obat:
No | Pengguna/Peruntukan | Prosentase |
1 | Perusahaan industri obat dan industri farmasi | 63% |
2 | Konsumen rumah tangga | 23% |
3 | Eksport | 14% |
Dari aspek sosiologis kebutuhan dan kecenderungan masyarakat untuk mengkonsumsi obat tradisional, karena adanya perubahan gaya hidup back to nature dan mahalnya obat-obatan modern yang membuat permintaan tanaman obat semakin tinggi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga dunia. Tanaman obat sangat popular digunakan sebagai bahan baku obat tradisional dan jamu, serta produk turunan lainnya. Sayangnya, tanaman obat yang ada di Indonesia saat ini masih belum dikembangkan menjadi obat herbal, dan lebih cenderung hanya untuk jamu. Jika tanaman obat ini mampu diproduksi sebagai Obat Herbal Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka maka akan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dan kemampuan daya saing yang lebih kuat baik di pasar dalam negeri maupun internasional. Dari aspek sosiologis tersebut maka hemat penulis merupakan pilihan tepat dan terencana komisi E DPRD Provinsi Jawa Timur mengusulkan Rencana Peraturan Daerah (Raperda) Provinsi Jawa Timur tentang Perlindungan Obat Tradisional pada masa siding tahun 2020. Adapun posisi Raperda tersebut pada tahap pembahasan bersama Pemerintah Provinsi.
Disamping pertimbangan sosiologis, terbitnya usulan Raperda tersebut sebagai alternatif menurunkan kebutuhan hukum yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengamanatkan terhadap Pemerintah Daerah Provinsi mengatur tentang segi pelayanan maupun regulasi yang menyangkut produk obat tradisional. Oleh karena itu termaktub dalam ketentuan umum Raperda tentang Perlindungan obat tradisional dengan cakupan definisi yang lebih luas: yang dimaksud dengan obat tradisonal adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Adapun tujuan Raperda tentang perlindungan obat tradisional antara lain: 1) menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan di Daerah, 2) mengembangkan bahan baku dan produk jadi obat tradisional di Daerah, 3) meningkatkan pemanfaatan obat tradisional untuk promosi, pencegahan, pengobatan, perawatan, dan/atau pemeliharaan kesehatan di daerah, 4) mengurangi ketergantungan pada penggunaan obat kimia dalam pelayanan kesehatan di Daerah; dan 5) menjaga dan melestarikan warisan budaya. Konstruksi Raperda tentang Perlindungan Obat Tradisional ini terdiri dari VII Bab dan 24 Pasal.
Yang menjadi perahatian penulis sesugguhnya dalam Raperda ini
mengakomodir kepentingan kelompok petani tanaman obat dan asosiasi pelaku usaha
obat tradisional mendapat fasilitasi dari pemerintah provinsi. Peran serta
masyarakat juga sangat diharapkan untuk mendapatkan kesemapatan yang sama dan
seluas-luasnya untuk berperan serta dalam perlindungan terhadap obat
tradisional dengan berbagai cara, antara lain: 1) ikut berperan aktif dalam
mengembangkan bahan baku obat tradisional, 2) melakukan pemanfaatan obat
tradisional, 3) memberikan informasi legalitas dan kemanan konsumsi obat
tradisional dengan tujuan mewujudkan peningkatan perlindungan terhadap obat
tradisional, meningkatkan kesejahteraan petani tanaman obat tradisional, memaksimalkan cita rasa aman
dikonsumsi serta menumbuhkan rasa
memiliki terhadap oba tradisional di Daerah sebagai warisan budaya. Semangat
merampungkan Raperda perlindungan obat tradisional sejalan dengan tren temuan
baru bahwa obat tardisional berbahan alami mampu menjadi alternatif suplemen
daya tahan tubuh.Sampai tulisan ini diturunkan kewaspadaan atas kesehatan kita
harus tetap dijaga, stop virus corona!, semoga.
1 Anggota FPKB DRPD Jawa Timur
2 https://health.detik.com, 25 Feb 2020
3 Sumber: Diolah dari Info Komoditi Tanaman Obat (Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan
Kementerian Perdagangan, 2017
4 Zamroni Salim,dkk, Info Komoditi Tanaman,2017 (Jakarta: Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia), hal.21