Jakarta, Liputanjatim.com – Direktur Utama PT Biofarma, Juliman, sebagai satu-satunya PT yang memproduksi vaksin difteri di Indonesia. Juliman menyatakan vaksin difteri tidak menggunakan hewan yang diharamkan dalam proses pembuatan vaksin tersebut.
“Difteri tidak pakai (hewan yang diharamkan), tetapi kalau istilah halal atau haram itu bukan kami yang menetapkan,” ungkapnya dilansir dari ngopibareng, Jumat, (13/01/2018).
Majelis Ulama Indonesia (MUI) lah yang menetapkan terkait halal atau tidaknya vaksin difteri. Meskipun Biofarma menjamin produk-produknya memiliki kualitas yang tinggi dan aman untuk masyarakat Indonesia.
Juliman menjelaskan bakteri difteri awalnya ditanam dan diperbanyak untuk nantinya menghasilkan toksin yang dimatikan dulu agar tidak menyebabkan penyakit. Setelah diproses, toksin yang dimatikan sementara itu diformulasi dengan bahan lain untuk menjadi vaksin.
“Tentu ada syarat sebelum dipasarkan, diuji beres lalu diajukan ke BPOM. BPOM nanti akan mengeluarkan sertifikat,” katanya.
Sebelum vaksin dijual harus melewati lulus uji Biofarma dan BPOM. Dari proses membuat, mencampur sampai jadi, vaksin difteri membutuhkan waktu selama 3-4 bulan. Vaksin difteri merupakan produk lama yang sudah diproduksi lama sejak tahun 90-an saat terdapat kasus difteri.
PT Biofarma memproduksi vaksin difteri disesuaikan dengan kebutuhan pemerintah, misalnya pemerintah membutuhkan jumlah tertentu untuk satu jenis. Ia memastikan stok vaksin difteri masih cukup, apalagi pihaknya menghentikan ekspor ke negara lain selama kejadian luar biasa (KLB) difteri.
“Tidak perlu impor karena impor belum tentu di luar juga ada, karena lama kami tidak ekspor ini saja dunia agak kekurangan,” pungkasnya.