LIPUTAN JATIM

Tradisi Tiban, Ritual Meminta Sang Pencipta Agar Hujan Segera Mengguyur Bumi Blitar

Tradisi Tiban merupakan ritual tahunan untuk memohon hujan segera turun

Liputanjatim.com – Untuk mendatangkan hujan sejak musim kemarau yang berkepanjangan di wilayah mataraman, masyarakat sekitar memiliki tradisi unik.

Salah satunya melaksanakan tradisi tiban, yang dipercaya ketika salah satu dari dua orang saling cambuk tersebut meneteskan darah. Tetesan darah tersebut dipercaya bisa menjatuhkan tetesan air hujan yang sangat diharapkan segera turun, saat musim kemarau panjang.

Seperti yang dilakukan oleh warga Dusun Centong, Desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar ini. Sejak awal September lalu, mereka melangsungkan acara tiban.

Di atas panggung bambu berukuran 4×4 meter setinggi 2 meter, menjadi arena pertarungan cambuk dua pemainnya. Bertelanjang dada, dua orang tersebut saling menyabetkan lidi pohon aren yang dipilin jadi satu menjadi semacam cambuk.

“Aturan mainnya, cambuk hanya boleh disabetkan dibagian badan. Atas atau bawahnya badan gak boleh. Sekali permainan, tiga kali mencambuk. Lalu gantian pasangan pemain lain,” kata Ketua Panitia Paguyuban Pelestari Seni Tiban Dusun Centong, Faturachman (42), Senin (1/10/2019).

Sembari bertarung, gending Jawa mengalun diantara teriakan pemain saat menyabetkan cambuk ke lawannya. Semakin lihai pemain menghindari sabetan cambuk lawannya, semakin menambah seru dan ramai suasana. Darah segarpun terkadang menetes diantara dada maupun punggung para pemain.

Meski terluka, tak ada dendam di antara mereka. Usai bertarung, di antara pemain saling jabat tangan dan berpelukan. Sportivitas dijunjung tinggi dan dihormati dalam ritual tahunan ini.

Dengan adanya ritual ini, sambung Fatur, warga berharap Tuhan segera menurunkan berkah berupa air hujan hingga tidak ada kekeringan di wilayahnya.

“Tiban dari kata tibo atau jatuh. Jatuhnya darah ke bumi, kami yakini bisa menjatuhkan tetesan air hujan ke bumi. Ritual peninggalan nenek moyang yang telah diajarkan sebelum jaman Wali Songo ini, juga mempererat tali silaturahmi,” tambahnya.

Acara ini, ucap Fatur, akan dilangsungkan hingga pertengahan Oktober nanti. Seperti tahun-tahun sebelumnya, begitu acara usai digelar, biasanya hujan akan turun membasahi desa itu.

“Seperti tahun sebelumnya, biasanya tiban selesai, tak lama hujan turun,” pungkasnya.

Untuk diketahui, selain diikuti pendekar Tiban dari Desa Sawentar, kegiatan ini juga diikuti oleh pendekar lainnya dari berbagai wilayah. Seperti Kota Blitar, Desa Maliran, Srengat, Gambar, Binangun dan Lodoyo.

Uniknya, tradisi tersebut dibanjiri oleh anak muda yang gandrung dengan Tiban. Hal ini bisa dibuktikan, jumlah anggota paguyuban Tiban di satu desa saja, bisa mencapai ratusan pemuda.

Exit mobile version