LIPUTAN JATIM

Tradisi Patrol Sahur Ternyata dari Arab, Ini Penjelasan Antropolog Unair

Tradisi patrol berasal dari saudi arabia/@dream.co.id

Liputanjatim.com – Salah satu tradisi Ramadan masyarakat Indonesia adalah patrol sahur. Dilihat berdasar sejarahnya, patrol sahur merupakan bentuk inovasi budaya untuk membangunkan sahur yang dimiliki oleh bangsa Arab. Hal itu disampaikan oleh Djoko Adi Prasetyo Drs MSi, Antropolog sekaligus dosen kebudayaan Islam dan klasik Indonesia Universitas Airlangga (Unair), pada Rabu (20/3/2024). Patrol sahur dianggap sebagai sebuah kesenian musik rakyat yang bersifat ritmis dan tanpa peralatan diatonik (seperti piano, seruling, harmonika). 

“Penduduk di sekitar Mekkah memiliki kelompok-kelompok yang bertugas untuk membangunkan orang makan sahur. Bersenjata lentera dan gendang, mereka berkeliling ke sudut kota sambil meneriakkan bahwa waktu sahur telah tiba,” ungkapnya.

Sejarah Terlahirnya

Menurut Djoko, tradisi tersebut sudah muncul sejak zaman Rasulullah. Sebagai pengingat waktu sahur, masyarakat pada zaman itu menggunakan adzan sebagai pengingat, karena terbatas alat dan teknologi saat itu. 

“Di zaman Nabi Muhammad, belum ada pengeras suara atau alat yang dapat digunakan untuk membangunkan sahur. Karena itu, cara yang dipakai sangat sederhana, yaitu dengan mengumandangkan adzan,” ungkapnya.

Setelahnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membuat tradisi itu mulai menggunakan alat-alat seperti gendang untuk menghasilkan bunyi. Dari situlah tradisi itu menyebar hingga ke Indonesia dan beradaptasi di setiap daerahnya. 

“Di Sulawesi, tradisi beduk sahur dinamakan Dengo-dengo, sedangkan di Jawa Barat disebut Ubrug-ubrug. Ini adalah tradisi sahur yang paling umum dilakukan di Indonesia,” tambahnya.

Mitosnya, patrol sahur berawal dari kebiasaan dalam memanggil burung merpati yang dipelihara. “Empunya memukul kentongan yg berbunyi tuk..tuk…tuk. Nah, dari situlah muncul musik patrol yang alatnya terbuat dari kayu menyerupai kentongan, namun pendek.”

Nilai yang Terkandung

Patrol sahur, kata Djoko, mengandung tiga nilai. Yakni, nilai tanggung jawab sosial, bentuk interaksi sosial, dan solidaritas. Tanggung jawab sosial berarti masyarakat secara kolektif memiliki tanggung jawab untuk saling mengingatkan waktu sahur.

“Dalam patrol sahur, tentu dilaksanakan secara berkelompok. Maka terdapat interaksi sosial di dalamnya. Nilai solidaritas sebagai umat muslim untuk mengingatkan sahur dan menjalankan puasa sebagai umat yang taat dalam beragama,” tegasnya.

Exit mobile version