Liputanjatim.com – Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap dugaan megaskandal korupsi tata kelola minyak mentah di tubuh Pertamina mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim, menilai pengungkapan kasus ini menjadi kesempatan bagi Pertamina untuk melakukan pembenahan setelah masuk dalam super holding Danantara.
“Kami mengapresiasi Kejagung yang berhasil membongkar praktik korupsi yang masuk klasifikasi mega skandal. Yang berlangsung secara terstruktur dan masif dalam beberapa tahun terakhir. Ini harus menjadi momentum pembenahan dari Pertamina secara menyeluruh. Apalagi Pertamina termasuk aset unggulan dari Danantara,” ujar Gus Rivqy sapaan akrabnya ini pada Rabu (26/2/2025).
DPR RI dari Fraksi PKB ini menyoroti bahwa praktik korupsi dalam kasus ini terjadi akibat mentalitas koruptif para pelaku dan lemahnya sistem pengawasan. Ia menegaskan perlunya pengawasan ketat untuk mencegah praktik serupa terulang di masa mendatang.
“Apalagi dugaan korupsi ini kemungkinan besar telah berlangsung sejak tahun 2018 hingga 2023,” katanya.
Untuk menindaklanjuti kasus ini, Komisi VI DPR berencana memanggil PT Pertamina (Persero) bersama Kementerian BUMN guna meminta penjelasan terkait skandal tersebut.
Menurut Gus Rivqy, perlu ada langkah konkret dalam pembenahan tata kelola agar skandal serupa tidak terjadi di masa depan. “Harus ada pembenahan agar Pertamina benar-benar menjadi perusahaan unggul karena perannya sangat strategis terkait manajemen pengelolaan energi dalam negeri,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia juga menegaskan bahwa kasus ini harus segera ditangani agar tidak berimbas pada kinerja Pertamina dan keuangan negara. Transparansi dalam pengelolaan perusahaan serta pengawasan dari hulu ke hilir sangat diperlukan guna menghindari praktik manipulasi data di kemudian hari.
“Kasus ini menjadi sorotan serius mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan dan implikasinya terhadap kepercayaan publik terhadap Pertamina. Langkah-langkah pencegahan dan penanganan yang komprehensif diharapkan dapat memulihkan integritas perusahaan serta mencegah terulangnya skandal serupa di masa depan,” katanya.
Selain itu, ia juga menyinggung isu perbedaan kadar RON antara Pertalite dan Pertamax yang berkembang di masyarakat. Menurutnya, isu ini perlu diluruskan agar kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina tetap terjaga.
“Publik ini marah karena ada informasi jika Pertamax yang mereka beli ternyata Ron-nya cuma 90 atau setara Pertalite. Mereka merasa tertipu dan bisa menjadi tidak percaya ke SPBU Pertamina lagi. Jadi harus diluruskan disertai dengan bukti-bukti valid,” katanya.
Sementara itu, Kejagung telah menetapkan 11 tersangka dalam kasus ini, yang terdiri dari tujuh orang dari pihak penyelenggara negara dan empat dari pihak swasta. Sejumlah pejabat Pertamina yang terlibat antara lain Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga), Sani Dinar Saifuddin (Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping), dan Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional).
Dari pihak swasta, tersangka yang telah ditetapkan termasuk Muhammad Kerry Andrianto Riza (beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa), Dimas Wehaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim), serta Gading Ramadhan Joedo (Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak). Semua tersangka telah ditahan selama 20 hari untuk kepentingan penyidikan.