Liputanjatim.com – Polisi kembali membongkar kasus mafia tanah di kawasan Medokan Ayu, Kota Surabaya. Untuk memperdalam penyelidikan tentang kasus ini, polisi berencana memanggil ahli waris untuk dimintai keterangan.
Sebelumnya, polisi menetapkan ES (55), Direktur PT Barokah Inti Utama yang mengelola penjualan tanah kavling di Medokan Ayu sebagai tersangka.
ES ditetapkan menjadi tersangka karena telah menjual tanah tambah di kawasan Medokan Ayu, Surabaya yang belum sepenuhnya menjadi miliknya. Kepada petugas, tersangka mengaku sudah membayar separuh dari uang muka kepada ahli waris. Namun alasan tersangka tidak bisa dibuktikan.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya Kompol Mirzal Maulana melalui Kanit Harda Satreskrim Iptu Komar Sasmito menuturkan, tersangka mengaku sudah menyerahkan uang sebesar Rp 500 juta kepada seseorang berinisial H. Tersangka menyebut, H adalah salah satu pemilik tambak dan ahli waris pemilik tambak yang lain.
“Ada dua sertifikat, tersangka mengaku sudah menyerahkan uang muka namun tidak ada bukti,” ungkap Komar, Rabu (24/11/2021).
Komar melanjutkan, tanah tambak yang satunya lagi milik S. Untuk membeli tanah tambak yang ini, tersangka mengaku sudah menyerahkan uang muka sebesar Rp 1 miliar. Namun tersangka tidak bisa membuktikan. Rencananya, tersangka akan membeli dua tanah tambak itu senilai Rp 4 miliar.
Ia menambahkan, dua sertifikat itu, ketika diperiksa di Badan Pertanahan Nasional (BPN), belum beralih menjadi atas nama PT atau nama tersangka.
“Ini masih milik pemilik tambak bukan milik tersangka,” jelas Komar.
Tersangka diketahui terus memasarkan tanah kavling dari total tanah seluas 5,6 hektare tersebut. Pihak kepolisian akan memanggil ahli waris dan pemilik tambak untuk dimintai keterangan. Terlebih, harga yang dipakai tersangka untuk membeli tambak itu jauh dari harga pasaran.
“Nanti kami akan minta keterangan pemilik masing-masing tambak. Jika memang ada uang muka mengapa tidak dilanjutkan proses jual belinya. Bisa jadi karena harga juga, karena harga tanah di sana Rp 2 juta per meter persegi. Sementara tersangka hanya membeli Rp 700 ribu per meter perseginya,” pungkas Komar.