LIPUTAN JATIM

Sejarah Bersatunya Dua Kerajaan, Bermula dari Persaingan Jenggala dan Panjalu

Candi Prada ini merupakan peninggalan dari Mpu Baradah yang berlokasi di dusun Reno Pencil Sidoarjo, tapi sayangnya sudah dirusak oleh penduduk pada tahun 1965/@cagarbudayajatim.com

Liputanjatim.com – Kerajaan Jenggala merupakan salah satu kerajaan yang muncul setelah terpecahnya Kerajaan Kahuripan pada abad ke-11 di Jawa Timur. Setelah kematian Raja Airlangga pada tahun 1049, Kerajaan Kahuripan dibagi menjadi dua bagian untuk menghindari konflik antara dua putranya. Pembagian ini menghasilkan dua kerajaan, yaitu Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Kediri (Panjalu). Pembagian ini tercatat dalam prasasti Mahaksubya dan kitab Calon Arang.

Kerajaan ini didirikan dengan pusatnya di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Sidoarjo. Nama Jenggala kemungkinan berasal dari kata “Hujung Galuh,” yang merujuk pada daerah di muara Sungai Brantas. Kerajaan yang bercorak Hindhu-Budha ini dipimpin oleh wangsa Isyana.

Pusat pemerintahan Janggala terletak di Kahuripan. Menurut prasasti Terep, kota Kahuripan (kahuripan i bhumi janggala) didirikan oleh Airlangga tahun 1032, karena satu tahun sebelumnya 1031, ibu kota lama yaitu “Watan Mas” (Wotanmas Jedong, Ngoro, Mojokerto) dihancurkan seorang musuh wanita, yaitu Ratu Dyah Tulodong, yang merupakan salah satu raja Kerajaan Lodoyong diTulungagung, Jawa Timur

Berdasarkan prasasti Pamwatan dan Serat Calon Arang, pada tahun 1042 pusat pemerintahan Airlangga sudah pindah ke ibukota baru yaitu Daha wilayah Panjalu. Pada tahun 1042 itu pula, Airlangga turun takhta. Putri mahkotanya yang bernama Sanggramawijaya Tunggadewi memilih kehidupan sebagai pertapa, sehingga timbul perebutan kekuasaan antara kedua putra Airlangga yang lain, yaitu Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.

Persaingan Jenggala dan Kediri

Pada masa-masa awal, Kerajaan Jenggala dan Kediri saling bersaing untuk memperluas wilayah dan kekuasaan. Namun, sedikit yang diketahui tentang penguasa awal Jenggala dan kebijakan-kebijakan mereka karena kurangnya sumber tertulis yang memadai dari periode ini. Kerajaan ini kemungkinan besar terlibat dalam perdagangan maritim karena letaknya yang strategis di dekat pesisir.

Persaingan antara Jenggala dan Kediri akhirnya memuncak pada konflik militer. Sekitar abad ke-12, Kediri berhasil menguasai Jenggala, menyatukan kembali wilayah yang sebelumnya dibagi. Raja Jayabaya dari Kediri (memerintah sekitar tahun 1135-1157) dikenal sebagai penguasa yang berhasil memperluas kekuasaan Kediri, termasuk wilayah Jenggala.

Meskipun tidak bertahan lama sebagai entitas independen, Kerajaan Jenggala memainkan peran penting dalam sejarah Jawa. Wilayah bekas Jenggala menjadi bagian integral dari kerajaan-kerajaan Jawa berikutnya, seperti Singhasari dan Majapahit. Peninggalan sejarah Jenggala, seperti prasasti dan artefak, memberikan wawasan tentang dinamika politik dan budaya pada masa itu.

Kerajaan Jenggala berakhir setelah penyatuannya dengan Kediri. Namun, wilayah ini tetap penting dalam sejarah Jawa Timur dan terus berkembang di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan penerus. Meskipun singkat dalam eksistensinya, Jenggala memainkan peran kunci dalam perkembangan sejarah Jawa Timur pada masa pra-Majapahit. Pembagiannya dari Kahuripan dan kemudian penyatuannya dengan Kediri menunjukkan dinamika politik dan kekuasaan yang kompleks pada masa itu. Wilayah ini kemudian terus berkembang dan berkontribusi pada kemajuan kebudayaan dan peradaban Jawa.

Exit mobile version