Liputanjatim.com – Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur mencatat setidaknya dari tahun lalu 5000 pekerja pabrik tembakau di Jatim mengalami pengurangan.
Data tersebut dikatakan langsung oleh Kepala Disperindag Jatim, Drajat Irawan. Menurutnya di Jatim masih tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja Industri Hasil Tembakau (IHT), yakni mencapai 50 persen lebih.
“Dari data yang ada, IHT di Jawa Timur, khususnya untuk skala kecil dari tahun ke tahun memang terjadi penurunan apalagi saat pandemi. Sehingga muncul pengangguran dan turunnya kesejahteraan petani tembakau, karena mereka ini memasok tembakau untuk pabrik kecil,” kata dia, dalam sebuah webinar, Senin, (20/9/2021).
Drajat mengatakan, saat ini ada sekitar 90 ribu pekerja tembakau di Jatim. Dan Jatim berhasil menyumbang Rp101,9 triliun dari penerimaan cukai atau 59,38 persen dari total penerimaan cukai nasional.
Angka tersebut menjadikan Provnisi Jatim begitu rentan terhadap kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang direncanakan pemerintah tahun depan. Pasalnya, kenaikan tarif cukai ini berpotensi menyebabkan terjadinya pengurangan tenaga kerja dan serapan tembakau.
“Hal ini menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi yang paling rentan terhadap dampak ekonomi bila IHT terganggu. Banyak warganya yang menggantungkan hidupnya saat ini sebagai petani tembakau maupun pekerja di sektor industri,” ungkapnya.
Diketahui sebelumnya, Pemerintah Pusat memastikan akan ada kenaikan CHT atau cukai rokok di tahun 2022.
Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan, Akbar Harfianto, mengatakan angka kenaikan CHT masih belum ditentukan. Sebab saat ini masih dalam tahap pembahasan.
“Untuk roadmap, jangka menengah sekarang, ini didiskusikan di level menko, karena dulu kita pernah purpose, didrop. Kementerian lain purpose, didrop. Memang akan lebih pas di level menko untuk diskusi mengenai roadmap,” katanya.