MOJOKERTO, Liputanjatim.com – Resmi ditetapkan tersangka oleh KPK, Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus menyerahkan nasib pencalonannya di Pilwali 2018 ke PDIP. Partai berlambang banteng moncong putih itu mempunyai beberapa nama alternatif pengganti Mas’ud.
“Kami menghormati proses hukum Pak Mas’ud Yunus dan kami menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah,” kata Ketua DPC PDIP Kota Mojokerto Febriana Meldyawati, Sabtu (25/11/2017).
Nama Mas’ud Yunus menjadi prioritas untuk mendapatkan rekomendasi dari DPP PDIP lantaran menjadi satu-satunya yang melamar dalam penjaringan sebagai bakal calon wali kota. Namun, hingga Mas’ud ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, rekomendasi dari partai besutan Megawati itu belum juga turun.
“Kami tentunya akan koordinasikan dengan DPD dan DPP terkait masalah ini, tentunya kami menimbang segala sesuatunya dengan seksama,” ujar politisi yang akrab disapa Melda ini.
Perempuan yang saat ini menjabat Ketua DPRD Kota Mojokerto ini menuturkan, jika DPP menghendaki nama selain Mas’ud yang akan diusung di Pilwali 2018, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah nama. Termasuk kader PDIP sendiri.
“Kami masih banyak stok nama (bakal calon wali kota),” ungkapnya.
Selama ini kader PDIP yang muncul ke publik hanya nama Melda sendiri dan Santoso Bekti Wibowo. Itu pun pada penjaringan yang digelar PDIP beberapa waktu lalu, kedua kader itu melamar sebagai bakal calon wakil wali kota. Lantas siapa nama yang akan diusung PDIP di Pilwali 2018?
“Semua nama kami pertimbangkan. Untuk urusan yang menonjol siapa, nanti anda akan mengerti itu nanti yang direkom,” tandasnya.
Mas’ud yang saat ini menjabat Wali Kota Mojokerto ditetapkan tersangka sejak 17 November 2017. Pejabat yang akrab disapa Yai Ud ini diduga terlibat dalam kasus gratifikasi yang dilakukan Kepala Dinas PUPR Wiwiet Febryanto terhadap tiga pimpinan dewan. Suap itu diduga untuk memuluskan pembahasan P APBD TA 2017 di Dinas PUPR.
Wiwiet terkena OTT KPK pada Jumat (16/6/2017) malam di Kota Mojokerto. Selain itu, lembaga antirasuah juga meringkus tiga politisi yang saat itu menjabat pimpinan DPRD setempat. Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya, Wiwiet dijatuhi vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Namun, dia mengajukan banding atas putusan tersebut.