Liputanjatim.com – Virus corona yang masuk ke Indonesia menjadi penyebab melonjaknya permintaan rempah-rempah tradisional buatan industri perumahan (home industry) di Jombang. Namun, seiring permintaan rempah-rempah semakin meningkat, namun produsen rempah di Jombang enggan untuk menaikkan harga. Apa penyebabnya?
Salah satu penjual rempah, Suyanto (41) warga Dusun Segunung, Desa Carangwulung, Kecamatan Wonosalam mengaku jika virus Corona berimbas terhadap omset penjualannya selama ini.
“Karena banyak berita yang menyebut salah satu yang bisa mencegah corona itu rempah-rempah, seperti jahe merah dan kunyit,” kata Suyanto kepada wartawan, Senin (9/3/2020).
Rempah-rempah buatannya berupa bubuk jahe merah, jahe emprit dan temulawak. Produk milik Suyanto memang sudah siap untuk dikonsumsi, karena tinggal diseduh dengan air hangat.
Karena tergolong praktis itulah, menurut Suyanto, produknya mengalami kenaikan hingga 3 kali lipat dalam dua pekan terakhir. Para pembeli mayoritas dari Jombang dan Surabaya.
“Sebelumnya hanya 20-50 bungkus per minggu. Sekarang penjualan naik menjadi 60-150 bungkus seminggu,” jelasnya.
Naiknya permintaan penjualan otomatis membuat pendapatan Suyanto meroket. Per hari ini omzetnya paling banyak mencapai Rp 1,5 juta dalam sepekan.
Kendati permintaan rempah-rempah tinggi, Suyanto enggan menaikkan harga. Jahe merah bubuk kemasan 100 gram dia jual Rp 10.000/bungkus. Sedangkan kunyit dan temulawak dengan kemasan yang sama, dia jual seharga Rp 8.000/bungkus.
“Harga penjualan kami masih seperti biasa. Karena kami mendapatkan bahan bakunya dari kebun sendiri dan petani di sekitar sini,” tambahnya.
Suyanto mengaku jika kebun di belakang rumahnya dan berada di kaki pegunungan Anjasmoro itu ditanami jahe merah, kunyit dan temulawak hanya seluas 75 meter persegi.
“Hasil panen sebagian besar saya olah, tidak saya jual mentah ke pasar,” tandasnya.