Perda PMI Disahkan, FPKB Jatim Harap Tidak Ada Kekerasan dan Ekploitasi

Liputanjatim.com – DPRD Jawa Timur berhasil mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) menjadi Perda.

Pengesahan ini langsung dituangkan melalui penandatanganan berita acara persetujuan bersama antara Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dengan pimpinan dewan saat sidang paripurna di Gedung DPRD Provinsi Jatim, Senin (21/3/2022).

Dalam hal ini, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) berharap disahkannya perda PMI dapat menjadi kabar hangan bagi para pekerja imigran Indonesia. Mampu menjadi regulasi dalam meningkatkan taraf hidup para pekerja imigran dan keluarganya, baik itu sebelum berangkat hingga saat kepulangannya.

“Fraksi PKB berharap agar perda ini dapat menjadi instrumen regulasi bagi pemerintah provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan fungsi perlindungan negara terhadap para pekerja migran Indonesia di luar negeri beserta keluarganya,” kata anggota FPKB, Achmad Amir Aslichin.

Mas Iin mengatakan, perda tentang perlindungan PMI ini memang sudah selayaknya disahkan. Mengingat selama ini PMI telah berkontribusi besar dalam peningkatan taraf kesejahteraan enokomi masyarakat, dalam pengiriman uang dari luar negeri maupun devisa.

“Sebab itu FPKB berharap pekerja migran Indonesia yang mengalami berbagai praktik kekerasan dan eksploitasi sudah tidak terjadi lagi,” ujar politisi asal Sidoarjo ini.

Gubernur Jatim, Khofifah mengatakan, dalam Raperda tentang Pelaksanaan Pelindungan PMI ini terdapat tiga hal yang hendak dicapai. Yang pertama yakni terjaminnya pemenuhan hak PMI dan keluarganya sebelum dan setelah bekerja. Kedua yaitu terjaminnya ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarna serta  anggaran. Serta yang ketiga yaitu memperkuat kelembagaan penyelenggaraan pelindungan PMI.

“Alhamdulillah Raperda tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) resmi disahkan. Ini menjadi bentuk komitmen kita bersama bahwa kita memberikan pelidungan para pekerja migran kita dari hulu ke hilir. Bahkan bukan hanya pelidungan bagi PMI-nya saja, melainkan juga keluarganya,” kata Khofifah

Khofifah katakan mewujudkan tiga hal tersebut, di dalam perda PMI ini memuat beberapa ketentuan yang belum diatur dalam Perda sebelumnya yakni Perda No 4 Tahun 2016. 

Beberapa ketentuan tersebut yakni, pembinaan oleh Pemerintah Provinsi yang tidak hanya dilakukan terhadap calon PMI dan PMI tetapi juga pada keluarganya, melalui pembinaan manajemen ekonomi dan sosial. 

Hal ini dilakukan agar keluarga PMI dapat meningkatkan kesejahteraan selama dan sepulang PMI dari bekerja di luar negeri. “Hak ini sekaligus sebagai implementasi konvensi ILO 1990 yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017,” katanya.

Selain itu, dalam Perda ini juga diatur mengenai ketentuan dimana sebelum berangkat ke luar negeri, calon PMI harus memiliki kapasitas diri melalui pendidikan dan pelatihan kerja bersertifikat.  Baik dari lembaga yang diselenggarakan oleh lembaga di tingkat Provinsi , kabupaten dan kota maupun lembaga swasta yang terakreditasi dan berbadan hukum.  

“Calon PMI, juga harus paham betul mengenai informasi pasar kerja, tata cara penempatan, dan kondisi kerja di luar negeri. Serta yang terpenting adalah setiap calon PMI harus memiliki dokumen sebagai syarat penempatan pada negara tujuan,” kata Khofifah.

Menurut mantan Menteri Sosial dan Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan ini, dalam raperda satu ini juga diatur ketentuan mengenai fasilitasi pemulangan PMI ke daerah asal. Serta fasilitasi penyelesaian permasalahan PMI dalam beberapa hal. 

Seperti meninggal dunia, sakit dan cacat, kecelakaan, tindak kekerasan fisik atau seksual, hilangnya akal bud, penipuan dan pemutusan hubungan kerja dan hak lain yang belum diterima oleh PMI. Nantinya, lanjut Khofifah, dengan disetujuinya raperda ini, keberadaan Layanan Terpadu Satu Atap Pekerja Migran Indonesia (LTSA-PMI) di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota harus dilakukan. Hal ini sebagai upaya dalam perbaikan tata laksana  serta pelatihan dan pelindungan PMI.

“Ini menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah baik tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota. Dengan harapan optimalisasi LTSA-PMI mampu sebagai kanalisasi seluruh proses migrasi yang benar-benar prosedural, terdokumentasi dan mengedukasi masyarakat lebih aware terhadap masalah risikonya,” terangnya.

Untuk itu, Khofifah menekankan pentingnya sinergitas dan kolaborasi antar berbagai pihak, elemen strategis baik antar OPD. Hal ini untuk menghapus ego sektoral dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here