Peralihan Pusat Politik Kerajaan Medang Jawa Tengah ke Jawa Timur

Prasasti Anjuk Ladang adalah piagam batu berangka tahun 859 Saka (versi L.-C. Damais, 937 M) atau 857 Saka (versi Brandes, 935 M) yang dikeluarkan oleh Raja Sri Isyana (Pu Sindok) dari Kerajaan Medang setelah pindah ke bagian timur Pulau Jawa/@teras.id

Liputanjatim.com – Kerajaan Medang dalam bahasa jawa kuno kaḍatwan mḍaŋ atau sering disebut Mataram Kuno merupakan kerajaan talasokrasi yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8 M yang didirikan oleh Sanjaya. Kemudian kerajaan ini berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Pemimpin kerajaan ini diperintah oleh wangsa Syailendra dan wangsa Isyana.

Kerajaan Medang mengembangkan masyarakat yang kompleks, memiliki budaya yang berkembang dengan baik, dan mencapai tingkat kemajuan teknologi dan peradaban yang halus. Bukti nyata perkembangan masyarakat ini adalah sangat mengandalkan pertanian, terutama budidaya padi, namun kemudian mereka juga merasakan manfaat dari perdagangan maritim. Menurut sumber-sumber asing dan temuan arkeologis, kerajaan ini tampaknya berpenduduk cukup baik dan cukup makmur.  

Pada periode antara akhir abad ke-8 dan pertengahan abad ke-9, terlihat mekarnya seni dan arsitektur Jawa klasik tercermin dalam pertumbuhan pesat pembangunan candi, yang menghiasi lanskap kerajaan di Mataram. Candi yang terkenal dibangun pada era kerajaan Medang adalah Kalasan, Sewu, Borobudur dan Prambanan. Kerajaan Medang dikenal sebagai negeri pembangun candi.

Penyebab Peralihan Lokasi Kerajaan Medang

Dalam buku yang berjudul  “The Indianized states of Southeast Asia” ini menjelaskan bahwa sekitar tahun 929 M, pusat kedatuan dipindahkan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok dengan mendirikan wangsa Isyana. Penyebab pasti dari perpindahan ini masih belum pasti. Sejarawan telah mengusulkan berbagai kemungkinan penyebab; dari bencana alam, wabah epidemi, politik dan perebutan kekuasaan, hingga motif keagamaan atau ekonomi.

Menurut teori van Bemmelen, yang didukung oleh Prof. Boechari dalam buku “Merapi and the demise of the Mataram kingdom” perpindahan tersebut disebabkan letusan gunung Merapi yang parah. Sejarawan berpendapat bahwa, beberapa waktu pada masa pemerintahan Dyah Wawa dari Mataram (924–929), gunung Merapi meletus dan menghancurkan ibu kota Medang di Mataram. Letusan gunung Merapi yang besar dan bersejarah ini dikenal sebagai Pralaya Mataram (bencana Mataram). Bukti letusan ini dapat dilihat di beberapa candi yang hampir terkubur di bawah abu Merapi dan puing-puing Merapi, seperti candi Sambisari, candi Morangan, candi Kedulan, candi Kadisoka, dan candi Kimpulan.

Studi terbaru menunjukkan, bahwa bergerak ke arah timur bukanlah peristiwa yang tiba-tiba. Selama periode Medang di Jawa Tengah, kedatuan kemungkinan besar telah berkembang ke arah timur dan membangun pemukiman di sepanjang sungai Brantas di Jawa Timur. Lebih mungkin bahwa langkah itu dilakukan secara bertahap dalam jangka panjang. Penyebab perpindahan itu juga dimotivasi oleh berbagai faktor; baik alam, ekonomi atau politik. Prasasti Sangguran, berasal dari tahun 982 M—ditemukan di Malang, Jawa Timur pada awal abad ke-19 — menyebutkan nama raja Jawa, Sri Maharaja Rakai Pangkaja Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga (Dyah Wawa), yang kemudian memerintah wilayah Malang. Ini menunjukkan bahwa bahkan pada masa pemerintahan Dyah Wawa, wilayah Malang di Jawa Timur sudah termasuk dalam wilayah Kerajaan Medang. Prasasti tersebut memuat unsur-unsur tentang pergeseran kekuasaan yang akibatnya terjadi ke Jawa Timur.

Menurut prasasti Turryan (929 M), Mpu Sindok memindahkan ibukota ke Tamwlang dan kemudian memindahkannya lagi ke Watugaluh. Sejarawan mengidentifikasi nama-nama itu dengan daerah Tambelang dan Megaluh dekat Jombang, Jawa Timur. Meskipun Mpu Sindok membangun dinasti baru atau wangsa Isyana, Mpu Sindok sangat terkait erat dengan leluhurnya di Bhumi Mataram, sehingga ia dianggap sebagai kelanjutan dari garis keturunan Raja Jawa yang membentang dari Sanjaya. Selama masa pemerintahannya Mpu Sindok menciptakan cukup banyak prasasti, sebagian besar terkait dengan pembentukan tanah Sima (tanah bebas pajak), prasasti-prasasti ini antara lain; Prasasti Linggasutan (929), Prasasti Gulung-Gulung (929), Prasasti Cunggrang (929), Prasasti Jeru-Jeru (930), Prasasti Waharu (931), Prasasti Sumbut (931), Prasasti Wulig (935), dan Prasasti Anjuk Ladang (937).

Alasan sebenarnya di balik perpindahan pusat politik Medang dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, ini menandakan akhir dari sebuah era kebesaran Syailendra di Mataram. Memang, aktivitas pembangunan candi telah turun-menurun sejak era Dyah Balitung dalam skala, kualitas dan kuantitas, namun pada periode Jawa Timur kerajaan Medang tidak meninggalkan jejak nyata dari struktur candi apa pun yang sebanding dengan era Syailendra di Jawa Tengah.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here