Liputanjatim.com – Hari Pendidikan Nasional yang jatuh per tanggal 3 Mei menjadi renungan bagaimana memajukan pendidikan di Indonesia kedepan.
Menurut Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Hikmah Bafaqih sistem pendidikan di Indonesia masih banyak yang perlu dievaluasi, terutama soal sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMA Negeri sederajat di Jatim.
Ia menilai dari sistem zonasi yang diterapkan, masih ada kecurangan yang terjadi. Segala hal menjadi siasat agar siswa dapat belajar di sekolah yang diinginkan. Seperti pindah domisili dan pindah KK ketika mendekati PPDB.
Ia pun meminta agar dinas terkait dan sekolah jeli melihat hal itu, oleh karenanya aturan minimal tinggal 1 tahun di wilayah zonasi bagi pendaftar PPDB harus dilaksanakan, untuk meminimalisir manipulasi data dan memastikan keakuratan informasi domisili pendaftar.
Ia berharap, masyarakat memandang sistem itu sebagai langkah dalam pemerataan pendidikan. “Kalau kemudian masih disiasati dengan cara-cara itu (pindah domisili) kan itu tidak sesuai target dan harapan,” kata Hikmah Bafaqih di DPRD Jatim, Jumat 3 Mei 2024.
Hikmah memandang bahwa pembangunan sekolah negeri tidak selalu menjadi solusi untuk pemerataan pendidikan. Oleh karenanya pihaknya mendorong agar pemerintah mengembangkan sekolah swasta sebagai alternatif, dan hal tersebut pernah disuarakan oleh Fraksi PKB.
“Membangun Unit Sekolah Baru (USB) itu biayanya besar. (Butuh) gedung, penyediaan guru, saran prasarana, terus BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan sebagainya,” ucapnya.
“Kenapa tidak menguatkan saja lembaga-lembaga pendidikan swasta yang sudah ada untuk memiliki kompetensi dan kapasitas yang baik dan bisa menjadi lembaga pendidikan terstandar untuk bisa mendidik karakter,” imbuhnya.
Politisi PKB ini menegaskan, baik sekolah swasta dan negeri mempunyai orientasi yang sama, yakni mencerdaskan anak bangsa. Oleh sebab itu, pemerataan fasilitas pendidikan harus dilakukan dan tidak lagi ada pembedaan.
Menurutnya, sumbangsih sekolah swasta dalam menampung siswa sangat tinggi. Bahkan sekitar 66 persen jumlah siswa yang ada menempuh pendidikan di sekolah swasta.
“Karena yang bisa ditampung ke (SMA/SMK) negeri kan sekitar 34 persen, untuk lulusan SMP, sisanya di sekolah swasta,” ujar dia.
Ia memahami tentang keterbatasan anggaran yang dimiliki Pemprov Jatim. Seperti misalnya terkait Biaya Penunjang Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BPOPP) yang tidak bisa mengcover selama 12 bulan.
“Tapi kan ada respon-respon lain yang juga bisa diberikan. (Misalnya) pembinaan, pengawasan, koordinasi, pelatihan – pelatihan peningkatan kompetensi, itu kan tidak memerlukan biaya banyak,” tutur Hikmah.
“(Kemudian) monitoring kepada sekolah-sekolah untuk melihat apakah mereka sudah melakukan respon terstandar untuk menjalankan pembelajaran yang merdeka,” tambahnya.
Akan tetapi, Fraksi PKB berpendapat bahwa tidak menutup kemungkinan juga ke depan diperlukan pendirian SMA/SMK negeri baru. Namun, pendirian sekolah negeri baru tentu harus melalui kajian dan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.
“Ketika kemudian semua harus anaknya sekolah di negeri, merasa tidak sekolah kalau tidak ke negeri, itu kan problem. Mending kan dibalik, masyarakat diajak berpikir, yang penting bukan (sekolah) negerinya. Tapi anak-anak mendapatkan pendidikan yang berkualitas yang membawa mereka menjadi insan yang kamil (sempurna),” tandasnya.