Penembakan PMI di Malaysia Harus Jadi Momentum Perbaikan Perlindungan Pekerja Migran

Jakarta

Liputanjatim.com – Wakil Ketua Komisi IX, Nihayatul Wafiroh menilai insiden penembakan yang menjadikan pekerja migran Indonesia (PMI) korban di Malaysia dilakukan oleh pihak tidak bertanggung jawab. Menurut dia, insiden tersebut telah memicu keprihatinan dan perbincangan serius mengenai perlindungan terhadap PMI.

“Kejadian tersebut mengungkapkan betapa rentannya posisi PMI di luar negeri, terutama di Malaysia, yang menjadi salah satu negara tujuan utama bagi pekerja migran asal Indonesia,” kata Nihayatul, Kamis (30/1/2025).

Nihayatul mencatat, kasus penembakan PMI menambah panjang daftar tantangan yang harus dihadapi oleh para pekerja migran dimana pada banyak kasus, mereka kesulitan mendapatkan akses perlindungan yang memadai. Padahal, PMI merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian negara, baik dari sisi kontribusi terhadap pendapatan negara melalui remitansi, maupun dalam aspek pengembangan sumber daya manusia.

Namun, kenyataannya, lanjut Nihayatul, banyak PMI yang menghadapi berbagai masalah, termasuk kekerasan, eksploitasi, dan ketidakpastian hukum di negara tempat mereka bekerja dan kurangnya akses ke lembaga perlindungan di negara tempat mereka bekerja.

“Saya minta pemerintah Indonesia segera mengambil langkah tegas untuk memperbaiki sistem perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia, baik di dalam negeri maupun di negara tuju,” tegasnya.

Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa ini mendesak pemerintah untuk melakukan pembenahan serius dalam sistem perlindungan PMI. Pemerintah, katanya, harus terus memperkuat hubungan dengan negara tempat PMI bekerja, termasuk Malaysia, untuk memastikan adanya mekanisme perlindungan yang lebih baik.

“Ini bisa melibatkan perjanjian atau nota kesepahaman tentang hak dan perlindungan pekerja migran Indonesia,” ujarnya.

Pemerintah, tambah Ninik, perlu merevisi kebijakan-kebijakan yang terkait dengan pengiriman tenaga kerja seperti memastikan bahwa setiap PMI mendapatkan hak-haknya, serta pengawasan yang lebih ketat terhadap agen-agen tenaga kerja yang sering kali melakukan penipuan dan eksploitasi terhadap para pekerja.

Sistem hukum juga harus mampu memberikan dukungan perlindungan kepada PMI. “Konsuler harus lebih aktif dalam melindungi warga negara Indonesia yang berada dalam situasi berbahaya,” katanya.

Pelatihan dan penyuluhan keamanan harus diberikan kepada PMI sehingga PMI mengetahui hak-hak dan mendapatkan pelatihan tentang keselamatan kerja, kesehatan, serta perlindungan diri dalam situasi berbahaya.

Pemahaman tentang jalur komunikasi dengan kedutaan atau konsulat Indonesia setempat juga harus diketahui PMI.

“Perlu ada sistem pengawasan yang lebih ketat terhadap keberadaan dan kondisi pekerja, terutama di daerah-daerah yang banyak mempekerjakan PMI, terutama pengawasan yang lebih ketat terhadap agensi,” pungkasnya.

Penyediaan dana atau asuransi perlindungan sosial bagi PMI juga diperlukan, khususnya jika terjadi peristiwa yang tak diinginkan. “Keamanan dan kesejahteraan PMI adalah tanggung jawab kita bersama, dan kami di DPR akan terus memperjuangkan hak-hak PMI agar mereka dapat bekerja dengan aman dan bermartabat. Insiden ini jangan sampai terjadi lagi,” tandasnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here