Liputanjatim.com – Program revitalisasi pendidikan vokasi pemerintah periode tahun 2019-2024 memiliki fokus untuk memperbaiki kompetensi yang dimiliki dosen serta sistem praktek kerja lapangan yang berfungsi sebagai wadah pengembangan diri mahasiswa dalam dunia kerja.
“Ada undang-undang yang cukup mengganggu, menurut saya. Pada UU Nomor 14 Tahun 2005 dosen harus S2, minimal. Sementara orang expert di industri mungkin hanya S1,” ujar Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir pada acara seminar Revitalisasi Pendidikan Vokasi di Kampus Prasetiya Mulya Jakarta pada 17 Juli 2019.
Nasir menambahkan, terkadang dosen yang memiliki sertifikat akademis belum tentu memiliki sertifikat kompetensi, sedangkan dunia industri membutuhkan tenaga ahli yang berpengalaman bukan hanya dari bidang akademis saja.
“Lebih baik jika tenaga pengajar dalam sebuah politeknik dipegang oleh 50 persen akademisi dan 50 persen expert di bidang industri,” ujarnya.
Menurut data Gross Enrolment Ratio in Higher Education yang dimiliki Education Index, sistem pendidikan vokasi Indonesia memiliki nilai sebesar 8.97 persen. Adanya revitalisasi sistem vokasi diharapkan dapat meningkat hingga 25 persen.
Pemerintah tengah berupaya melakukan pembenahan kepada dosen yang tidak memiliki sertifikat kompetensi, melalui pelatihan dan pengajaran dari tenaga ahli. Hal ini dianggap menjadi masalah, karena dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan mahasiswa vokasi.