Menakar Strategi Pendekatan Isu Jokowi vs Prabowo, Manakah yang Lebih Efektif?

Foto: Istimewa (Dok Google)

Liputanjatim.com – Menjelang debat kandidat capres-cawapres yang akan berlangsung pada malam ini, Kamis (17/1), pakar komunikasi UI Dr Ir Firman Kurniawan Msi menganalisis isu yang diangkat dua kubu pada perhelatan pilpres 2019. Ia menilai pendekatan yang dilakukan oleh kubu Prabowo-Sandi untuk saat ini lebih efektif ketimbang kubu Jokowi-Ma’ruf Amin.

“Dalam masyarakat yang sangat saturated informasi, kubu Jokowi-Ma’ruf Amin masih cenderung menggunakan pendekatan elitis: keberhasilan pembangunan, visi masa depan, revolusi industri 4.0, dan lain-lain. Sementara kubu Prabowo-Sandiaga bicara gaji dokter serendah tukang parkir, selang cuci darah untuk 40 orang, kertas suara sudah dicoblos duluan,” ujar Firman seperti dikutip detikcom, Kamis (17/1/2019).

Firman lantas menganalisis pendekatan kedua calon tersebut dengan Elaboration Likelihood Model. Dalam mengolah informasi, jelas Firman, manusia memiliki dua kemampuan yang mempengaruhi kecenderungannya, yaitu sentral dan peripherial.

“Pengolahan aspek-aspek sentral sentral dari informasi, misalnya manfaat produk yang dipilih, kapasitas, ataupun kinerja produk. Aspek sentral akan jadi proses pengolahan informasi ketika seseorang minat dan memiliki kemampuan mengolahnya,” papar Firman.

Pakar Komunikasi UI Dr Ir Firman Kurniawan MSi

Sementara aspek peripheral, sambung Firman, merupakan kondisi dimana manusia memiliki tingkat motivasi yang rendah untuk mengolah informasi dan tidak memiliki kemampuan untuk mengolahnya.

“Sedangkan aspek peripherial adalah aspek-aspek tambahan, di luar informasi inti sesuatu yang dikomunikasikan. Dalam konteks kampanye, misalnya, informasi yang dikemukakan tentang pakai tidak pakai peci, pilihan pakaian, makan siang apa yang disantap kandidat, hampir tidak ada hubungannya dengan aspek kinerja kandidat. Aspek peripherial digunakan ketika audiens rendah motivasinya untuk mengolah informasi dan tidak memiliki kemampuan mengolah informasi,” sambung Firman.

Idealnya, ungkap Firman, kedua kemampuan dan kecenderungan ini digunakan secara bergantian oleh komunikator. Ketika berhadapan dengan tuntutan memperoleh informasi yang terkait hal-hal kritis, seperti investasi dan keamanan, maka gunakan aspek sentral. Saat orang apatis dan sulit mencerna gagasan komplek, mereka kemas dengan pendekatan peripherial.

Lalu, bagaimana model komunikasi yang digunakan oleh Jokowi atau Prabowo?

“Kalau pakai Elaboration Likelihood Hood Model, Jokowi pakai jalur sentral, Prabowo pakai jalur peripheral. Ketika masyarakat Indonesia hari ini rata-rata pendidikannya adalah SMP, maka pendekatan peripheral yang lebih diproses. Itu mendongkrak elektabilitas,” ujar Firman.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here