LIPUTAN JATIM

Marwah NU itu Siyasah Aliyah, Jangan Dijual ke Makelar Politik Receh

Liputanjatim.com – Kapal besar bernama Nahdlatul Ulama (NU) mulai dikendalikan oleh para ‘perompak’. Mereka yang memegang tongkat kemudi memainkan politik murahan dan amatiran (Siyasah Safilah). Padahal dalam sejarahnya, PBNU harus teguh mengemban tugas untuk menjaga politik tingkat tinggi (Siyasah Aliyah).

Sebagai kapal besar, PBNU harus bisa selalu menjaga dan berperan di ruang politik kebangsaan, politik tingkat tinggi yang mengedepankan politik kenegaraan, politik kerakyatan, dan politik etika. Serta menghindari bermain di politik kelas rendah atau receh, yang kini terlihat jelas dalam dukungan ke salah satu pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Prabowo-Gibran dengan ikut serta dalam gegap gempita kampanye.

Salah satunya cucu pendiri NU Kiai Bisri Syansuri, Abdussalam Shohib atau yang akrab disapa Gus Salam mengatakan, marwah NU perlahan pudar. PBNU sebagai pemegang mandat kepengurusan tidak amanah menjalankan organisasi. Beberapa oknum pengurus PBNU ikut terjun, bahkan ikut mengkampanyekan Prabowo-Gibran. Padahal NU sendiri sudah jelas ditegaskan, tidak boleh digunakan untuk politik praktis.

Ia mengaku tidak akan tinggal diam jika nama NU dipermainkan, diobral dengan nilai murah dalam keterlibatan politik murahan dan amatiran. Banyak temuan yang jelas serta bertebaran di lini masa informasi masyarakat kalau PBNU mengkampanyekan Paslon nomor 2. “Ikut campur aduk dalam dunia politik praktis, sudah membuktikan bahwa kepengurusan PBNU saat ini mengalami penurunan moral (demoralisasi),” katanya, Kamis (11/1/2024).

Ia melanjutkan, saat ini sudah terjadi demoralisasi di tubuh PBNU dan ini titik terendah dalam keterlibatan NU di politik praktis. Keberpihakan PBNU ke Paslon 2 dilakukan secara mencolok bahkan dengan terang-terangan ke berbagai simpul nahdliyin.

“Baru pertama dalam sejarah NU setelah kembali ke khittah, Rois Aam menjadi timses dan jurkam,” tegasnya.

Parahnya, dalam berbagai isi pidato Rais Aam dan pejabat PBNU lain mengarahkan pemilih untuk mencoblos paslon dari sisi penguasa. Menurutnya hal itu menjadi preseden buruk dalam sejarah sejak NU kembali ke khittahnya.

Menurutnya, Rais Aam sudah menjual nama besar NU dan memaikan politik yang tidak seharusnya dilakukan. Dengan ikut dalam politik praktis serta ikut cawe-cawe dalam soal pilpres. Dengan begitu Rois Aam hari ini telah memainkan politik murahan dan amatiran atau siyasah safilah. Jauh dari apa yang dulu diamanahkan KH Sahal Mahfudz Rois Aam PBNU 2000-2012, bahwa PBNU harus mengemban tugas untuk menjaga siyasah aliyah. “Siyasah aliyah itu politik kebangsaan dan kerakyatan bukan politik partisan,” ujarnya.

Ia pun mengajak struktural NU yang ada di bawah, baik Pengurus Wilayah NU dan Pengurus Cabang NU se-Indonesia untuk tidak tinggal diam, melakukan pembiaran terhadap perilaku PBNU hari ini. Para kader NU harus bisa menjaga harkat dan martabat organisasi, yakni menggelar muktamar luar biasa (MLB).

“Demi menjaga marwah serta khittah NU. PWNU dan PCNU se-Indonesia perlu segera menginisiasi MLB sebagai tindak lanjut dalam merespon keresahan warga NU,” pungkasnya.

Exit mobile version