LSM Lira Jatim Minta Masyarakat Tidak Pilih Caleg Mantan Koruptor, Satu Ada di Sidoarjo

Liputanjatim.com – Satgas Pemantau Pemilu Independent dari LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Jawa Timur meminta masyarakat  tidak memilih calon anggota legislatif (caleg) mantan Narapidana Kasus Korupsi pada Pemilu Serentak Tahun 2024 mendatang. 

Pasalnya, para mantan narapidana kasus korupsi dikhawatirkan akan membawa dampak negatif pada semangat pemberantasan kasus-kasus korupsi yang selama ini sangat meresahkan Masyarakat.

Hal ini disampaikan oleh tim Satgas Pemantau Pemilu Independent dari LSM LIRA Jawa Timur yang menanggapi pengumuman komisi pemilihan umum (KPU) terkait Daftar Caleg Sementara (DCS) peserta pemilu tahun 2024. 

Mahmudi Ibnu Khatip Ketua tim Satgas Pemantau Pemilu Independent dari LSM LIRA Jawa Timur, merasa kecewa karena masih banyaknya mantan narapidana kasus korupsi yang Kembali akan berlaga dalam pileg tahun 2024. 

“Kami sangat kecewa karena masih banyak mantan koruptor yang akan Kembali bertarung dalam pileg tahun 2024, katanya saat diwawancarai media di sebuah warung kopi di surabaya, pada minggu 28 agustus 2023,” kata Mahmudi.

Ia yang juga getol melakukan aksi-aksi Pemberantasan kasus Korupsi di Jawa Timur itu, juga meminta Masyarakat agar tidak memilih caleg mantan narapidana kasus korupsi sebagai calon anggota dewan di semua tingkatan. 

“Mereka mantan koruptor itu sudah hilang moralitas dan integritasnya, jadi jangan dipilih lagi jika menginginkan bangsa ini bersih dari praktek korupsi,” tegas dia.

Terpisah, Bambang Assraf HS Gubernur LSM Lumbung Informasi Rakyat Jawa Timur, menilai jika perundang-undangan dan komisi pemilihan umum (kpu) masih memberikan karpet merah bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk nyaleg

“Dan sekarang ini sudah masuk tahapan DCS ( daftar calon sementara) perlu diingat itu masih bs berubah karena ini menjadi perhatian khusus dan sorotan tajam LIRA Jatim kedepannya,” jelasnya.

“Perundang-undangan dan kpu juga memiliki andil besar atas digelarnya karpet merah bagi mantan napi korupsi untuk nyleg, kata Assraf dalam pesan tertulisnya kepada media, pada minggu 28 januari 2023,” tambahnya.

Assraf menerangkan, jika sebelumnya komisi pemilihan umum telah menerbitkan peraturan kpu tentang larangan mantan narapidana korupsi, pelaku kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba maju sebagai calon legislatif (caleg).

Pertama, Pasal 4 ayat 3 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota. Pasal lainnya, Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPD. Kemudian, Mahkamah Agung (MA) mencabut pkpu tersebut lewat putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 30 P/HUM/2018.

Dalam putusan itu, MA mengabulkan gugatan Lucianty atas larangan eks Napi Koruptor Nyaleg yang diatur Pasal 60 ayat (1) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 7 Tahun 2018. Dari hasil peninjauan dan pembahasan yang dilakukan KPU, dibatalkannya kedua PKPU tersebut berakibat pada batalnya frasa larangan mantan napi kasus korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. 

MA berpendapat larangan eks napi koruptor nyaleg bertabrakan dengan berbagai perundang-undangan khususnya pembatasan HAM, terutama hak politik warga negara untuk dipilih dan memilih.

Lebih lanjut, Assraf tidak ingin focus pada perundang-undangan tersebut. Namun pihaknya justru meminta masyarakat agar lebih cerdas untuk memilih dalam pileg nanti. 

“Atas nama kebebasan menyampaikan suara politik, mari kita menjadi pemilih cerdas. Khususnya jangan pilih Kembali caleg mantan narapidana kasus korupsi,” tegasnya.

Sebagai contoh, Assraf menyebut salah satu nama bacaleg Sumi Harsono, SE. Calon anggota legislatif dari PDI-Perjuangan, untuk pemilihan legislatif Provinsi Jawa Timur, daerah pemilihan Sidoarjo. 

Assraf mengungkapkan, jika Sumi Suharsono pernah menjalani hukuman dalam kasus Korupsi APBD tahun 2003 Kabupaten Sidoarjo senilai Rp 21, 4 miliar. 

Lebih jauh, Assraf juga meminta kepada Komisi Pemilihan Umum Jawa Timur dan atau Kpu di Tingkat Kabupaten/Kota juga harus membuka dan mengumumkan daftar Caleg sementara yang pernah terlibat kasus korupsi. 

Hal ini didasari oleh pasal 240 undang-undang pemilu nomor 7 tahun 2017 yang berbunyi “Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana”. 

Assraf berkaca pada Pemilu 2019. Saat itu, KPU mengumumkan daftar nama caleg yang berstatus sebagai mantan terpidana korupsi. Kini, KPU tidak melakukannya. Maka, KPU harus segera mengumumkan status hukum para calon wakil rakyat itu.

“Berbeda dengan kondisi di Pemilu 2019, KPU RI pada saat itu justru sangat progresif karena mengumumkan daftar nama caleg yang berstatus sebagai mantan terpidana korupsi. Artinya langkah KPU RI saat ini jelas sebuah langkah mundur, tidak memiliki komitmen antikorupsi dan semakin menunjukan tidak adanya itikad baik untuk menegakkan prinsip pelaksanaan pemilu yang terbuka dan akuntabel sebagaimana disinggung dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” tandasnya.

Warga juga bisa memberi masukan, dibuka pada 19 sampai 28 Agustus ini. Untuk DPR RI, masyarakat dapat mengajukan ke KPU RI. Sedangkan untuk DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota, masyarakat dapat mengajukan ke KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here