LIPUTAN JATIM

Literasi Digital dan Kompetensi Utama Menuju Bojonegoro Kabupaten Literasi

Opini

Ketua Fraksi PKB Jatim, Fauzan Fuadi, Foto istimewa

Liputanjatim.com, Opini – Bojonegoro adalah salah satu kabupaten yang memiliki sejumlah keistimewaan, ciri khas, juga keunikan tersendiri dibanding kabupaten lainnya di Indonesia. Bojonegoro merupakan penghasil minyak terbesar di Indonesia, kota ledre (makanan khas Bojonegoro), hingga kabupaten yang dihuni Suku Samin, yakni kelompok masyarakat yang masih mempertahankan budaya dan adat istiadat nenek moyang.

Sebagai penghasil minyak terbesar, maka Bojonegoro pun merupakan langganan penerima dana bagi hasil (DBH) minyak bumi terbesar di Indonesia dari tahun ke tahun. Setidaknya dalam lima tahun terakhir ini. Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu Bojonegoro adalah sumber utamanya. Produksinya mampu mencapai 210 ribu barel per hari, atau sekitar 30% dari produksi minyak Indonesia.

Hal menarik lainnya dari Bojonegoro adalah wisata Kayangan Api yang tak pernah padam, Tari Tayub, Wayang Thengul sebagai kesenian wayang khas Bojonegoro, hingga Sandur (seni pertunjukan teater rakyat yang telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda (WBTB) pada 2018 oleh Kemendikbud.

Dengan segenap keunggulan tersebut, bagaimana dengan pengembangan dan pembangunan masyarakatnya, terutama di era disrupsi teknologi dan digitalisasi tanpa batas ini? Sama seperti masyarakat di daerah lainnya, Bojonegoro juga menghadapi tantangan tersendiri. Tantangan tersebut, jika mampu direspon dengan baik, akan menghasilkan peluang dan kemajuan yang cukup dahsyat. Sebaliknya, jika tidak mampu dikelola, maka akan banyak residu dan dampak negatif yang sangat merugikan, terutama bagi keutuhan, ketenteraman, dan kemajuan masyarakat Bojonegoro.

Apa langkah kongkrit yang bisa dilakukan dalam merespon tantangan disrupsi teknologi, digitalisasi, dan era media sosial dewasa ini? Jawabannya adalah literasi digital. Ikhtiar menjadikan Bojonegoro sebagai kabupaten literasi merupakan gagasan cerdas di tengah situasi dan perkembangan kemajuan zaman saat ini.

Literasi digital mengandaikan terbangunnya masyarakat digital yang mampu beradaptasi, memanfaatkan potensi, hingga menjadikannya sebagai peluang-peluang positif di segala bidang. Masyarakat digital merupakan salah satu pilar penting dalam agenda transformasi digital di Indonesia. Cakupannya mulai aspek aplikasi, aktivitas digital, hingga sumber daya manusia (SDM) digital.

Sebagaimana diketahui bersama, tren digital Indonesia benar-benar tumbuh pesat. Dengan jumlah penduduk mencapai 270 juta, pertumbuhan pengguna internetnya mengalami peningkatan sangat pesat. Menurut data Kominfo RI, sejak 2014 pengguna internet yang berkisar 72,7 juta, saat ini sudah lebih dari 150 juta pengguna. Data langganan seluler penduduk Indonesia sudah tembus di angka 355 juta langganan seluler, dan pengguna sosial medianya juga telah mencapai lebih dari 150 juta. Dalam konteks kemajuan teknologi, data tersebut dapat menjadi cerminan seperti apa wajah bangsa kita saat ini.

Ponsel adalah benda sehari-hari yang tidak pernah terlepas dari tangan kita. Bahkan, anak-anak bayi kita sudah disuguhi hiburan dan tontonan youtube sebagai salah satu cara efektif untuk membuat mereka tenang, bahkan untuk menidurkan mereka. Dunia sudah berada dalam genggaman. Maka, literasi digital sebagai jalan membangun kecerdasan dan kecakapan dalam menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, dan pemanfaatan beragam jenis informasi, menjadi hal yang tak terelakkan.

Teknologi telekomunikasi, internet, dan media sosial membuat kita mendapatkan kabar dan informasi dengan cepat. Namun teknologi komunikasi, internet, dan media sosial pula yang membuat berita bohong menyebar dengan cepat. Inilah urgensi literasi digital, terutama di wilayah yang terus berkembang seperti Bojonegoro.

Banyak sekali ancaman penggunaan internet dewasa ini. Mulai dari hoax alias kabar bohong dan palsu, radikalisme, penipuan, pornografi, bullying, prostitusi, sinis, SARA, ujaran kebencian, narkoba, dll. Sisi negatif media sosial adalah digunakan sebagai alat propaganda menyebarkan berita bohong untuk adu domba masyarakat. Bila tidak cermat terhadap informasi yang disebarluaskan melalui teknologi dan informasi, banyak potensi masalah yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

Empat Komponen Literasi Digital

Karena itu, perlu peningkatan kemampuan literasi digital untuk mencerdaskan masyrakat. Ada empat komponen utama literasi digital yang perlu diperhatikan. Pertama, digital skills (kemampuan digital). Kedua, digital ethics (etika digital). Ketiga, digital culture (budaya digital). Keempat, digital safety (keamanan digital).

Kemampuan digital dan etika digital berada di ranah informal. Keamanan digital dan budaya digital di ranah formal. Kemampuan digital dan keamanan digital bersifat pribadi, sementara etika digital dan budaya digital bersifat kolektif. Empat komponen ini semuanya penting dan saling menopang. Tidak dapat ditinggalkan salah satunya karena satu dan lainnya saling terkait.

Literasi digital menggunakan empat komponen tersebut sebagai instrumen utama merespon perilaku digital masyarakat, terutama dalam konteks kasus-kasus dewasa ini. Contoh, cara cepat mengidentifikasi berita hoaks adalah dengan mengecek berita di sumber lain. Perhatikan alamat situs, apabila berita mengatasnamakan sebuah media, periksa nama media situs tersebut tidak salah. Ini masuk kemampuan digital dan keamanan digital.

Tidak hanya itu, identifikasi berita hoaks juga perlu memeriksa sumber berita, serta jangan kepincut judul heboh. Sebuah judul yang heboh tidak selalu salah. Tapi, daripada langsung dishare karena judulnya heboh, lebih baik dibaca dulu sampai tuntas, dan ditelaah kebenarannya.

Karena itu, cerdas bermedia sosial adalah dengan cara memikirkan terlebih dulu sebelum membagikan informasi di sosial media atau aplikasi chatting. Peran dan kebijakan pemerintah tentu sangat relevan untuk terus diupdate mengikuti perkembangan zamannya. Saat ini pemerintah dan DPR sedang membahas RUU Perlindungan Data Pribadi untuk menjamin hak dan privasi masyarakat di era digital. Kita berharap RUU ini dapat menjadi panduan penting yang memberikan rambu-rambu mengenai etika digital, keamanan digital, hingga membangun budaya digital yang positif.

Tidak kalah penting, literasi digital juga harus diiringi dengan literasi-literasi lainnya. Misalnya, literasi agama, yang diwujudkan dalam membangun dan mengembangkan Islam yang ramah, moderat, dan toleran, yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah dan mengedepankan nilai-nilai akhlakul karimah.

Literasi lainnya adalah literasi data, yakni kemampuan untuk membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi (big data) di dunia digital. Kemudian literasi teknologi, yakni memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi (coding, artificial intelligence, dan engineering principles). Terakhir adalah literasi manusia, yakni terkait nilai-nilai kemanusiaan, komunikasi, dan desain.

Empat Kompetensi

Sekurang-kurangnya, ada empat kompetensi yang harus dimiliki merespon tantangan-tantangan masa kini. Pertama, critical thinking dan problem solving (berpikir kritis dan pemecahan masalah). Di masa-masa mendatang, kita dituntut mampu memahami masalah sekaligus memunculkan perspektif baru dengan kemampuan menghubungkan satu informasi dengan informasi lainnya, serta menemukan solusi yang tepat. Kita dituntut memilah informasi yang ada terutama di era digital saat ini. Selanjutnya, memahami dan membuat opsi-opsi, menganalisis, dan menyelesaikan masalah apapun yang dihadapi.

Kedua, creativity dan innovation (kreativitas dan inovasi). Pengembangan gagasan baru, bersikap responsif, serta menerima secara terbuka terhadap perspektif baru dan berbeda, mutlak diperlukan. Jika cara-cara lama sudah tidak relevan lagi untuk dipertahankan, maka mewujudkan ide-ide dan inovasi baru harus dilakukan. Perubahan mendasar telah dialami semua orang. Inovasi teknologi telah sangat berperan dalam memenuhi kebutuhan hidup setiap orang.

Ketigacollaboration (kolaborasi). Kerjasama dan sinergi adalah realitas tak terbantahkan untuk menghadapi tantangan masa kini. Bekerjasama secara produktif dengan pihak lain, beradaptasi dalam berbagai tanggung jawab dan peran, menghormati perspektif yang berbeda, serta berempati melewati masa-masa sulit adalah hal-hal yang harus kita lakukan. Kolaborasi akan memunculkan lebih banyak kelebihan yang dapat dikapitalisasi sehingga memunculkan keunggulan kompetitif. Bukan saatnya lagi kita saling mengalahkan atau menaklukkan, namun saatnya kita bekerjasama, kolaborasi, dan sinergi guna meraih tujuan bersama.

Keempat, communication (komunikasi). Kompetensi ini pasti sudah kita pahami bersama. Saat ini dan akan datang, kompetensi ini tetap relevan untuk menghadapi tantangan seberat apapun yang ada di depan mata, termasuk tantangan-tantangan bagi masyarakat Bojonegoro dalam menghadapi derasnya arus informasi dan perkembangan teknologi yang akan terus berkembang. Akhirnya, cita-cita mewujudkan Bojonegoro sebagai Kabupaten Literasi bukanlah mimpi di siang bolong. Hal itu sangat bisa diwujudkan. Butuh semangat, tekad, dan saling berkolaborasi serta mengembangkan komunikasi efektif agar kreativitas dan inovasi masyarakatnya tersalurkan dengan semestinya. Tentu prasyarat adanya kecerdasan digital tidak bisa dielakkan, sebab itulah kenyataan zaman saat ini yang tidak mungkin dihindari.

Fauzan Fuadi
Ketua Fraksi PKB DPRD Jatim
(Daerah Pemilihan Bojonegoro Tuban)

Exit mobile version