Liputanjatim.com – Sebagai provinsi besar, Jawa Timur juga tercatat sebagai provinsi dengan jumlah pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) terbanyak di Indonesia. Saat ini ada sekitar 9,7 juta pelaku UMKM di Jawa Timur.
Namun banyak pelaku UMKM tersebut kalah bersaing di tingkat lokal mau pun nasional. Padahal secara mutu tidak kalah dengan produk dari luar negeri. Pasalnya dari 9,7 juta jumlah pelaku UMKM di Jatim mayoritas produknya belum bersertifikasi mutu dan sertifikasi halal. Sehingga mereka sulit melakukan ekspansi usaha, termasuk untuk mengisi pasar ekspor.
Mahdi, Wakil Ketua Komisi B yang membidangi perekonomian mendorong UMKM di Jatim memenuhi standarisasi mutu yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu, perlu ada sosialisasi yang masif kepada pelaku UMKM di daerah.
“Sosialisasi menjadi yang utama untuk memberi pencerahan kepada pelaku UMKM tentang pentingnya standarisasi baku di mutu. Saya berharap dana desa bisa digunakan untuk sosialisasi kepada pelaku UMKM yang ada di desa – desa,” kata Mahdi usai kunker di UPT Aneka Industri dan Kerajinan Surabaya unit Keramik di kota Malang, Kamis (10/3/2022).
Anggota Komisi B DPRD Jatim, Agus Dono Wibawanto menyoroti regulasi sertifikasi halal yang harus dimiliki oleh pelaku UMKM di tahun 2024. Kewajiban itu berlaku terutama pada pelaku UMKM di sektor makanan – minuman dan kosmetik.
Karena itu, anggota Fraksi Partai Demokrat itu mendorong agar Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM ada di setiap kabupaten/kota di Jatim. Dengan begitu, pelaku UMKM tak perlu datang ke Surabaya untuk mengurus sertifikasi halal.
“Saya sejak dulu mengimbau agar BPOM tidak hanya ada di ibukota provinsi, tapi juga ada di ibukota kabupaten/kota atau pemda tingkat dua. Paling tidak, ada perwakilan di tingkat Bakorwil. Ini untuk mempermudah pelaku UMKM,” ujar Agus.
Sementara itu, Erma Susanti menyayangkan ketidakhadiran Kepala Dinas Koperasi UMKM Jatim dalam kunker dengan Komisi B di Kota Malang. Apalagi tidak ada pendelegasian sama sekali dari pihak OPD tersebut.
Padahal masalah yang dibahas merupakan domain utama dari Dinas Koperasi dan UMKM. Karena itu, Erma menilai tidak ada komitmen dari dinas tersebut dalam mendukung perkembangan UMKM di Jatim.
“Di sini hadir lengkap dari Kanwil Kemenkumham, Lembaga Standarisasi dan Pelayanan Produk, BSN, Dis Indag. Meskipun bukan kepalanya langsung tapi ada delegasinya. Hanya Dinas Koperasi dan UMKM yang tidak hadir sama sekali. Ini jadi catatan Komisi B, dan akan kami panggil yang bersangkutan,” tegas politikus PDI Perjuangan tersebut.