Liputanjatim.com – Ketua Komisi B DPRD Jawa Timur Aliyadi Mustofa ikut mengomentari soal rencana pemerintah impor 1 juta ton beras. Menurutnya, kebijakan yang diambil tersebut sebagai indikasi bahwa pemerintah pusat sudah tidak lagi bisa berfikir rasional. Sebab di tengah petani akan memasuki panen raya dan harga gabah terus anjlok, pemerintah justru berencana mendatangkan beras dari luar. Hal tersebut diprediksi akan menambah anjoknya harga gabah atau beras lokal ditingkat petani.
“Rencana impor beras kalau benar-benar terjadi adalah sebuah kekeliruan dan menyakiti masyarakat petani,” ungkap Aliyadi, saat ditemuai diruang Fraksi PKB DPRD Jawa Timur, Senin (15/3/2021).
(Baca Juga: https://www.liputanjatim.com/trend-covid-19-turun-bagaimana-zonasi-kabupaten-dan-kota-di-jatim/)
Aliyadi berpendapat bahwa apapun alasan yang dibuat oleh pemerintah dalam menjaga stok ketersediaan pangan tidak boleh mengorbankan nasib para petani Indonesia. Sebaliknya, pemerintah harusnya bekerja melindungi para petani dengan cara memberdayakan para petani dan menjaga harga gabah tetap tinggi.
” Namun fakta di lapangan pupuk sulit dan mahalnya luar biasa. Masyarakat petani kita sudah dengan segala upayanya menanam padi, sudah tanam padi, padinya murah. Ini logikanya dimana?,” Kata Aliyadi seraya melempar pertanyaan sebagai bentuk kekesalan terkait kebijakan impor beras.
Seharusnya, pemerintah hadir memberikan perlindungan terhadap keberlangsungan petani. Cara yang bisa dilakukan adalah membeli gabah petani dengan harga tinggi saat harga gabah merorot di pasaran dan menjamin ketersediaan pupuk dengan harga yang bisa dijangkau oleh petani. “Namun yang ditunjukkan (pemerintah) seperti menari diatas penderitaan,” sambungnya.
Aliyadi mengaku bahwa pihaknya tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah pemerintah impor beras. Sebab, kewenangan yang dimiliki oleh parlemen Jawa Timur terbatas. Keputusan impor beras dan ketentuan harga beras atau gabah ada di pemerintah pusat.
“Kami hanya bisa bersuara dan yakinlah bahwa yang saya sampaikan bagian dari jeritan suara rakyat. Tinggal bagaimana matahati dan nurani para penguasa di Jakarta (pemerintah pusat) difungsikan dengan baik. Percuma kami teriak apapun, tapi Jakartanya seperti ini (tidak peduli,” pungkasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan data BPS, perhitungan luas areal sawah, perkiraan panen raya akan meningkat sebesar 26,84% menghasilkan gabah sebanyak 14,54 juta ton di tahun panen 2021. Namun peningkatan hasil panen tersebut tidak dibarengi dengan harga jual hasil panen yang stabil. Seperti contoh saat ini harga jual gabah kering sawah di Bojonegoro berkisar Rp 3.900 per kilogramnya. padahal sebelumnya harganya berkisar Rp 4.400 per kilogramnya. Sedangkan di Kabupaten Lamongan, harga gabah di tingkat petani saat ini turun sebesar 16,6% menjadi Rp 3.500,- per-kilogram dari harga sebelumnya Rp. 4.200,-.