Liputanjatim.com – Ada apa dengan Surabaya? Mungkin itu menjadi pertanyaan yang tak pernah terungkapkan namun ada dibenak warga Surabaya. Pertanyaan tersebut muncul usai adanya surat Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kepada warganya yang meminta untuk datang ke TPS 9 Desember mencoblos anak buahnya, Eri Cahyadi-Armuji.
Risma tak sepatutnya melakukan kejahatan demokrasi tersebut. Sebab dirinya tidak hanya politisi PDI Perjuangan, namun ia adalah seorang wali kota. Apa yang dilakukannya adalah bentuk kejahatan demokrasi yang memanfaatkan jabatan publik untuk menghegomoni warga. Dalam arti lain, Risma telah berusaha membunuh demokrasi dan hak pilih warga Surabaya yang dilindungi oleh undang-undang.
Seperti yang disampaikan oleh akademisi Universitas Wijaya Kusuma (UWK) Surabaya, Umar Sholahudin. Surat Risma terkesan pemaksaan kepada warga Surabaya yang sudah mantap memilih Mahfud-Mujiaman untuk memilih Eri-Armuji.
”Ini pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif. Demokrasi Surabaya bisa mati kalau penguasa melakukan hal seperti ini,” kata Umar dilansir Liputan6.com (2/12/2020).
Begitu getol dan tidak relanya Risma jika Surabaya dipimpin oleh lawan politiknya Mahfud-Mujiaman mengundang pertanyaan.
Tanda tanya semakin besar ketika Risma rela melakukan kejahatan demokrasi demi memenangkan anak buahnya tersebut, ada apa dengan Surabaya? Apakah Risma takut pembangunan Surabaya tidak sesuai dengan yang ia harapkan? Ataukah ada skandal kasus yang takut terungkap jika Mahfud – Mujiaman memimpin Surabaya?