Kesehatan Mental Warga Gaza Mencapai Titik Kritis, Trauma dan Keputusasaan Baru

Liputanjatim.com – Gaza kembali dilanda kekerasan, yang memicu warganya mengalami tekanan psikologis yang lebih dalam. Banyak di antara mereka yang mengalami halusinasi, depresi, dan kecemasan baru.

“Ini adalah hari-hari tersulit sejauh ini,” adalah kalimat yang berulang kali dikatakan oleh warga Gaza sejak Israel melanggar gencatan senjata dengan Hamas awal bulan ini. Warga Gaza kembali terjerumus dalam kepanikan, ketakutan, dan kematian. 

Bagi banyak orang, gencatan senjata, yang berlangsung selama dua bulan dan terasa rapuh sejak awal, hanya memperburuk kondisi psikologis warga Gaza dan memperkuat rasa ketidakstabilan mereka.

Sebuah studi yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun lalu menemukan bahwa setengah dari orang dewasa Gaza menderita kondisi kesehatan mental, termasuk kecemasan, depresi, gangguan stres pascatrauma (PTSD), skizofrenia, dan gangguan bipolar, sebagai akibat dari genosida yang dimulai pada Oktober 2023.

Salah satu individu yang terkena dampak adalah warga Gaza berusia 35 tahun, Samah Al Kahlout, yang berbagi pengalamannya dengan The New Arab (TNA).

Tahun lalu, saat diusir paksa dari rumahnya oleh pasukan Israel, ia melihat banyak mayat berserakan di jalan. Sejak saat itu, dia menderita halusinasi pendengaran dan penglihatan serta mimpi buruk setiap malam.

“Saya akhirnya harus pergi ke klinik psikiatri di salah satu pusat kesehatan di selatan Gaza,” ungkap Samah.

“Saya diberi resep obat yang harus saya minum terus-menerus. Saya juga berjuang melawan depresi yang berkelanjutan dan saya merasa sulit untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga saya.” imbuhnya.

Meskipun sudah mencari pertolongan, Samah menambahkan bahwa psikiater belum dapat memberikan diagnosis pasti untuk gejala kesehatan mentalnya.

Sebagian mengatakan itu adalah gangguan bipolar, sementara yang lain mengatakan itu adalah skizofrenia. Dalam menghadapi tantangan ini, Samah mengatakan ia terkadang bertanya-tanya apakah kematian adalah satu-satunya solusinya.

Psikiater Dr. Mai Al-Athamneh, dari Gaza mengomentari trauma yang dialami warga Gaza, dengan menyatakan bahwa dampak pembersihan etnis oleh Israel di Jalur Gaza akan memakan waktu bertahun-tahun untuk pulih.

“Resep tidak lagi bermanfaat,” kata Dr. Mai kepada TNA .

“Kasus kesehatan mental terlalu banyak untuk dihitung, mulai dari mereka yang merupakan pasien kesehatan mental sebelum genosida terakhir hingga mereka yang merupakan pasien baru, semuanya menderita akibat perang, pengungsian, kemiskinan, dan kelaparan.” jelasnya.

Ia melanjutkan, “Kami telah mulai menerima pasien dari semua kategori penyakit kesehatan mental, khususnya kaum muda yang dipenjara selama genosida dan mengalami pemenjaraan maupun penyiksaan berat, serta perempuan yang menderita karena kehilangan suami atau anak laki-laki mereka. Beberapa telah kehilangan seluruh keluarga mereka.”

Selain berbagai masalah yang meluas ini, Dr. Mai menyoroti dampak buruk yang dialami anak-anak Gaza, yang jumlahnya hampir separuh dari populasi. Ia mencatat bahwa satu setengah tahun genosida telah berdampak serius pada kesehatan mental mereka.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here