Liputanjatim.com – Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Ditipidkor) Bareskrim Polri berhasil sita aset senilai Rp 700 miliar terkait kasus dugaan korupsi dari pengadaan lahan rumah susun (rusun) di Cengkareng, Jakarta Barat.
Dirtipidkor Bareskrim Polri Cahyono Wibowo menyampaikan, bahwa penyitaan aset ini merupakan upaya Polri untuk mengembalikan keuangan negara akibat dikorupsi.
“Jadi, kalau kita melihat, ini kerugian keuangan negara dari sekitar Rp 650 miliar, tapi kita melakukan asset recovery itu sekitar Rp 700 miliar,” ungkap Cahyono saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Rabu (8/6/22).
Cahyono menyebut dari dugaan korupsi tersebut dilakukan dengan sistem korporasi.
Sehingga hasilnya terdapat dua tersangka, diantaranya yaitu mantan Kepala Bidang Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Dinas Perumahan dan Gedung DKI Jakarta, Sukmana lalu Rudy Hartono Iskandar selaku pihak swasta.
“Terdapat fakta yang kita temukan bahwa uang hasil kejahatan berada dalam sistem korporasi. Di mana korporasi ini dikuasai atau dikendalikan oleh yang bersangkutan,” beber Cahyono.
Lebih lanjut, Cahyono menambahkan, kini pihaknya tengah memburu adanya dugaan aset tersangka yang disembunyikan di luar negeri. Untuk mendalami ini, Polri juga telah melakukan koordinasi dengan otoritas negara terkait.
“Untuk aset-aset yang terkait dengan bukti ada transfer ke luar negeri, kita masih mendalami juga. Tentunya nanti kita akan update berikutnya. Karena ini menyangkut ada beberapa negara. Kita sudah lakukan upaya dengan otoritas di luar negeri dalam rangka mendalami dan pengejaran terhadap aset tersebut,” jelasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/656/VI/2016/Bareskrim, pada tanggal 27 Juni 2016 lalu, Polri telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus ini.
Adapun tersangka yang diduga terlibat kasus korupsi pengadaan tanah seluas 4,69 hektare di Cengkareng adalah untuk pembangunan Rusun (Rumah Susun) oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah (DPGP) DKI Jakarta tahun anggaran 2015, saat Gubernur DKI dijabat oleh Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok.