Liputanjatim.com – Bupati Nganjuk yang tak lain adalah kader PDI Perjuangan terjaring Oprasi Tangkap Tangan (OTT) KPK. Dugaan sementara, bupati kesayangan Ketua Umum PDI Perjuangan tersebut terjerat kasus jual beli jabatan dilingkup pemerintahan yang sedang dipimpinnya.
Berdasarkan informasi dari KPK kader banteng moncong putih tersebut menetapkan tarif hingga ratusan juta untuk sebuah jabatan. Untuk jabatan camat, Novi menetapkan tarif Rp 100 juta, sedangkan untuk staf biasa, tarifnya hingga Rp 50 juta.
Bupati Novi terjaring OTT bersama 3 pejabat lainnya, yaitu tiga camat. Hingga saat ini ke empatnya dalam proses pemerinksaan di Mapolres nganjuk.
Novi merupakan Bupati Nganjuk dengan masa bakti 2018-2023. Pada Pilkada Nganjuk, Novi berpasangan dengan Marhaen Djumadi. Pasangan ini diusung PKB, PDIP dan Hanura. Novi-Marhaen akhirnya memenangkan kontestasi dengan meraup 303.192 suara atau 54,5 persen.
Sempat beredar kabar bahwa Novi Kader PKB. Namun berita tersebut dibantah langsung oleh Sekretaris DPW PKB Jawa Timur Anik Maslachah. Anik mengatakan bahwa Novi memang pernah mengharap masuk dalam kepengurusan DPW PKB Jatim. Namun keinginan Novi tidak diakomodir oleh PKB karena dia sebagai kader PDIP. “Kita menghargai pilihannya sebagai kader PDI Perjuangan,” katanya.
Pernyataan Novi sebagai Kader PDI Perjuangan juga diungkapkan sediri oleh Novi. Pada 27 Februari – 2 Maret lalu di acara Muscamcab PAC PDI Perjuangan se Kab Nganjuk, Novi mengatakan bahwa dirinya adalah kader PDI Perjuangan bukan kader dari partai lain.
“Saya menyampaikan secara resmi dan sebenarnya, bahwa saya ini kader PDI Perjuangan, saya bukan kader partai lain. Kehadiran saya disini untuk menepis anggapan bahwa saya kader si A si B si C. Saya nyatakan dalam konfrensi tadi bahwa saya adalah PDI Perjuangan, jiwa ranga saya di PDI Perjuangan,” ungkap Novi.