Liputanjatim.com – Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat bahwa provinsi ini mengalami deflasi bulanan sebesar 0,59 persen pada Februari 2025. Secara tahunan, deflasi tercatat sebesar 0,03 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) berada di angka 105,90.
Deflasi terdalam terjadi di Kota Kediri dengan angka 0,98 persen, sementara Surabaya mencatat deflasi sebesar 0,07 persen. Di sisi lain, Banyuwangi justru mengalami inflasi tertinggi sebesar 0,94 persen.
Kepala BPS Jawa Timur, Zulkipli, menjelaskan bahwa deflasi ini disebabkan oleh penurunan harga sejumlah komoditas utama. “Secara bulanan dan tahunan, deflasi masing-masing tercatat sebesar 0,59 persen dan 1,13 persen,” ujarnya, Senin (3/3/2025).
Penurunan tarif listrik menjadi faktor utama yang mendorong deflasi, dengan penurunan signifikan sebesar 16,58 persen. Selain itu, beberapa komoditas lain seperti bawang merah, cabai rawit, dan daging ayam juga mengalami penurunan harga yang cukup signifikan.
“Tarif listrik kembali menjadi faktor dominan dalam mendorong deflasi bulan ini,” tambah Zulkipli.
Secara keseluruhan, IHK Jawa Timur mengalami penurunan dari 105,93 pada Februari 2024 menjadi 105,90 pada Februari 2025. Pemantauan dilakukan di 11 kabupaten/kota di wilayah tersebut. Selain tarif listrik, komoditas seperti tomat, kacang panjang, dan cabai merah juga turut berkontribusi terhadap deflasi.
Zulkipli menambahkan bahwa tren penurunan harga komoditas ini menunjukkan stabilitas ekonomi Jawa Timur. Namun, inflasi yang terjadi di Banyuwangi tetap menjadi perhatian.
“Perkembangan harga komoditas menunjukkan tren penurunan yang konsisten,” ujarnya.
Dengan adanya deflasi ini, ekonomi Jawa Timur menunjukkan kinerja yang stabil. Namun, disparitas harga antarwilayah masih perlu diwaspadai. Oleh karena itu, BPS Jawa Timur akan terus melakukan pemantauan harga guna menjaga stabilitas ekonomi di wilayah tersebut.
“Kami akan terus memantau perkembangan harga untuk memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga,” tegas Zulkipli.