Liputanjatim.com – Tak kunjung jelas jadwal pelantikan Wahid Wahyudi sebagai Penjabat (Pj) Sekdaprov Jatim untuk menggantikan Plh Sekdparov Jatim yang dijabat Heru Tjahjono akan menimbulkan preseden buruk tata kelola birokrasi Pemprov Jatim.
Terlebih sesuai dengan ketentuan Permendagri No.91 tahun 2019 tentang penunjukan penjabat sekretaris daerah, Mendagri bisa mengambil alih pelantikan Pj Sekdaprov Jatim jika Gubernur Jatim tak segera menindaklanjuti persetujuan calon Pj Sekdaprov yang sudah diberikan Mendagri sejak 4 Januari 2022.
Ketidaktransparanan tata kelola Pemprov Jatim ini menuai kritik dari pengamat politik dari UWKS Dr Umar Sholahudin. Menurut Umar jika pelantikan Pj Sekdaprov Jatim sampai ditake over Mendagri, maka itu akan menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan Gubernur Khofifah Indar Parawansa.
“Kalau Gubernur Khofifah tak mampu menyelesaikan persoalan seperti ini, hingga Mendagri turun tangan. Itu pertanda Gubernur Jatim tidak mampu mengelola tata pemerintahan di lingkungan Pemprov Jatim dengan baik, dan akan menjadi preseden buruk bagi Khofifah,” kata Umar Sholahudin saat dikonfirmasi Selasa (11/1/2022).
Gubernur, lanjut Umar pastinya sudah lebih tahu dengan aturan main. Karena itu sudah semestinya Khofifah harus bertindak lebih lebih cepat dan terukur dan terukur agar tidak mengulang kesalahan menunjuk Plh Sekdaprov terjadi kembali sehingga menimbulkan polemik dengan DPRD Jatim.
“Kalau saya lebih baik pelantikan Pj Sekdaprov itu tetap dilaksanakan oleh Gubernur Jatim, sehingga perlu disegerakan sebelum Kemendagri turun tangan mengambilalih,” terangnya.
Di sisi lain, kata Umar, kewenangan Pj Sekdaprov juga terbatas, sehingga yang perlu didorong harusnya bagaimana Pemprov Jatim segera memiliki Sekda definitif.
“Jabatan sekdaprov itu strategis, terutama dalam melakukan kebijakan salah satunya dalam penyusunan APBD atau P-APBD. Kalau sampai saat ini masih dijabat Plh atau Pj itu saya kira akan menjadi masalah dan tidak bisa maksimal,” dalihnya.
Ditambahkan Umar, persoalan tata kelola birokrasi dan pemerintahan di lingkungan Pemprov Jatim dalam satu tahun terakhir harusnya menjadi bahan evaluasi dan refleksi bagi Gubernur Jatim.
“Molornya pelantikan Pj Sekdaprov ini semakin menunjukkan bahwa ada masalah keorganisasian tata tata kelola pemerintahan yang kurang baik. Mestinya hal itu bisa diselesaikan dan menjadi kewenangan yang paling besar ada di tangan seorang Gubernur,” imbuhnya.
Sementara itu, muncul kabar sumir pelantikan Pj Sekdparov Jatim digelar, Rabu (12/1/2021) sore. Namun hingga kini, tidak ada satu pejabat pun di lingkungan Pemprov Jatim yang bisa dikonfirmasi terkait kebenaran kabar tersebut.
Anggota Komisi A DPRD Jatim, Freddy Poernomo menilai tata kelola birokrasi di Pemprov Jatim memang perlu diperbaiki khususnya komunikasi dengan DPRD Jatim yang masih sangat buruk. Padahal eksekutif dan legislatif adalah mitra sejajar dalam pemerintahan daerah.
“Pasal 208, UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, menegaskan bahwa kedudukan eksekutif dan legislatif adalah sama. DPRD sebagai pembentuk Perda, pengawasan dan anggaran (Budgeting). Sedangkan Eksekutif adalah pelaksana perda dan kebijakan daerah,” terang politisi senior Golkar Jatim ini.
DPRD Jatim mempersilahkan pemprov menjalankan proses seleksi sekdaprov. Tetapi konsultasi ke DPRD terkait tahapan juga berdasarkan undang-undang. “Bisa ke komisi terkait atau ke pimpinan DPRD,” pinta doktor ilmu hukum pemerintahan alumnus Unair ini.
Freddy juga berpedoman, konsultasi tahapan dilakukan. Karena fungsi Sekdaprov juga berada di eksekutif dan legislatif. “Jadi konsultasi bukan hanya untuk urusan kepala sekretariat dewan (sekwan). Namun juga pada sekdaprov. Sebab fungsi eksekutif dan legislatif adalah sama,” pungkasnya