Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengatakan saat ini pihaknya sedang mencari cara dalam mengawasi peraturan daerah provinsi pasca putusan pencabutan kewenangan Kementerian Dalam Negeri dalam membatalkan perda oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Tjahjo, putusan MK tersebut memperberat dan menghalangi pemerintah pusat dalam pengawasan penbentukan peraturan di daerah. Ia khawatir jika peraturan daerah yang dibuat oleh provinsi akan bertentangan dengan keputusan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pusat. “Karena program kebijakan strategis pusat prinsipnya harus bisa terlaksana di daerah dan program daerah harus selaras dengan program pusat,” jelasnya, Jakarta (15/6/2017).
Pembuatan peraturan daerah menurut Tjahjo selain mempertimbangkan peraturan yang ada diatasnya, baik undang-undang atau peraturan pemerintah, daerah juga harus mempertimbangkan aspek sosial dan budaya masyarakat daerah. karena itu, ia mengaku siap untuk memfasilitasi penerbitan nomor registrasi perda, mengintensifkan pelatihan penyusunan perda.
Meskipun pihak kemendagri saat ini sedang mencari solusi baru, Tjahjo pada dasarnya menyayangkan keputusan MK tersebut. “Walau keputusan final dari MK, tapi Kemendagri sangat menyayangkan putusan ini, apapun pemerintah adalah satu dari pusat sampai daerah,” ungkapnya.
Rabu lalu, MK memutus gugatan atas uji materi Nomor 56/PUU-XIV/2016 terkait pembatalan perda oleh gubernur dan menteri. MK memutuskan bahwa frasa “perda provinsi dan” yang tercantum dalam Pasal 251 Ayat 7, serta Pasal 251 Ayat 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pemohon mengajukan uji materi terhadap Pasal 251 Ayat 1, 2, 7 dan 8 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Dengan adanya putusan MK ini, otomatis Kementerian Dalam Negeri tidak lagi bisa mencabut perda di tingkat provinsi.