Liputanjatim.com – Ruang persatuan harus bisa dijaga di tubuh kelompok nahdliyin. Narasi perpecahan harus dihindari dan dicegah, jangan sampai masyarakat nahdliyin yang seharusnya menjadi civil society menjadi tumbang perkara Pilpres 2024.
Mantan Ra’is Syuriah, Pengurus Cabang Istimewa NU di Australia dan Selandia Baru, Nadirsyah Hosen menuturkan, langkah PBNU akhir-akhir ini inkonsisten. Terlebih adanya seruan PBNU untuk memilih paslon nomor 2 dalam kontestasi Pilpres 2024 yang tidak sesuai dengan kriteria fiqih yang selama ini menjadi dasar hukum bagi warga NU.
“Kalau NU mengeluarkan keputusan, NU politik atau apa itu, selalu ada landasan fiqihnya. Sementara nomor 2 tidak ada bau NU-nya,” kata Gus Nadir dalam tayangan channel youtube mojokdotco, Kamis (18/1/2024).
Ia melanjutkan, dari calon presiden dan wakil presiden yang mengikuti kontestasi pilpres 2024, yang merupakan warga Nahdlatul Ulama adalah paslon nomor urut 1 dan 3. “Kalaupun mendukung 1 atau 3 itu ada landasan fiqihnya,” tegasnya.
Makanya, ketika PBNU ikut terlibat formal, non formal, entah dukung paslon nomor 1, 2, atau 3, maka pihaknya melihat civil society ini tidak lagi berdaya menghadapi pilpres segala macam.
Ia juga mengkritisi lebih dalam, jika terjadi konflik kepentingan seperti melakukan kecurangan, maka NU yang seharusnya menjadi salah satu perekat bangsa ini akan dapat memecah belah masyarakat. Terlebih PBNU telah menggerakan secara masif dari atas sampai bawah untuk memilih Paslon nomor 2 Prabowo-Gibran.
“Lebih dari itu, jika ada chaos, terjadi konflik kepentingan, ada orang kedzaliman, ada kecurangan, ada yang memaksa 1 putaran, ada tekanan. Kalau konflik itu terjadi, maka NU yang menjadi salah satu elemen perekat bangsa, pertanyaannya adalah apakah NU masih dapat dipercaya oleh masyarakat untuk menangani konflik politik pilpres itu?” jelasnya.