Liputanjatim.com, Opini – Belakangan ini viral berbagai selebaran dan poster: “Gus Muhaimin untuk Masa Depan Indonesia. The Next 2024.” Frasa “Gus Muhaimin untuk masa depan Indonesia” bukanlah sembarang ungkapan. Itu adalah proposal politik dengan visi kepemimpinan yang mumpuni.
Melalui buku berjudul Negara dan Politik Kesejahteraan: Reorientasi Arah Baru Pembangunan (2021) dan Visioning Indonesia: Arah Kebijakan dan Peta Jalan Kesejahteraan (2022), Gus Muhaimin mencanangkan kredo politik dan risalah ideologisnya. Bahwa, arah baru pembangunan Indonesia setidaknya harus menyasar pada tiga hal: (1) Menyelesaikan problem riil yang dihadapi masyarakat; (2) Pembangunan harus dirasakan dan dinikmati serta menyentuh seluruh lapisan masyarakat; (3) Meretas disparitas kesenjangan sosial dan antar wilayah.
Untuk menuju tiga arah tersebut, Gus Muhaimin menekankan desain pembangunan harus lebih inklusif. Sektor-sektor primer yang tradable seperti pertanian, perikanan/kelautan dan sektor-sektor ekonomi kerakyatan lainnya seperti UMKM, dan BUMDes dapat digunakan untuk mencapai tujuan inklusifitas tersebut. Hanya dengan menerapkan pendekatan ekonomi inklusif, manfaat pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat, terutama oleh kelompok masyarakat miskin dan rentan jatuh miskin. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya berorientasi pada angka-angka PDB/PDRB, melainkan juga menyentuh dimensi pemerataan. Sehingga kita tidak lagi dihantui oleh tingginya angka indeks gini ratio maupun masih rendahnya IPM di banyak daerah.
Ringkasnya, Gus Muhaimin menekankan agar kita selalu menjaga basis-basis produksi kerakyatan. Tujuannya agar fundamental perekonomian kita kokoh dan tidak mudah goyah oleh krisis apapun. Termasuk krisis ekonomi yang diakibatkan turbulensi ekonomi global maupun resesi ekonomi yang diakibatkan pandemi wabah seperti yang kita rasakan beberapa waktu lalu. Kita harus beranjak menjadi negara dengan kemandirian fiskal yang mantap. Sehingga revitalisasi ekonomi berdikari ala Bung Karno menjadi keniscayaan.
Bagaimana caranya? Gus Muhaimin menegaskan, politik kesejahteraan harus dimulai dengan pemenuhan hak dasar warga melalui pembangunan berbasis sumber daya produktif kerakyatan sebagai penopang sistem jaminan sosial. Sebab demokrasi politik harus ekuivalen dengan demokrasi ekonomi, yakni prinsip ekonomi yang berpijak pada asas bahwa pertumbuhan ekonomi dan segenap hasil pembangunan harus berorientasi pada pemerataan ekonomi yang berkeadilan.
Dari krisis yang diakibatkan pandemi Covid-19 ini kita harus belajar. Jika tidak ingin lagi terpuruk dalam krisis, paradigma pembangunan harus bersifat inlusif. Pengembangan sektor ekonomi kerakyatan harus diprioritaskan dengan prinsip berkelanjutan dan berkeadilan. Potensi ekonomi desa harus dijadikan sebagai beranda depan pembangunan, dan harus ada political will yang kuat dari negara untuk membangun visi dasar pendidikan yang berkualitas berkeadilan. Sebab pendidikan adalah eskalator sosial yang bisa menjadi instrumen untuk memutus mata rantai kemiskinan. Jika tidak ada pengarusutamaan pada inklusifitas pembangunan, niscaya pembangunan kita hanya menghadirkan berbagai kontradiksi. Yaitu kue pembangunan hanya dinikmati segelintir kelompok, sementara mayoritas rakyat hanya berebut remah-remah residu pembangunan.
Di sinilah pentingnya peran negara dan kepemimpinan nasional. Karena itu, Bung Hatta dalam buku Demokrasi Kita (1964) mendefinisikan fungsi negara sebagai panitia kesejahteraan. Dalam logika Bung Hatta, Pemilu yang kita laksanakan secara berkala tidak ubahnya seperti momen untuk mengevaluasi susunan kepanitian yang bertugas dengan misi tunggal: menyejaterahkan rakyat.
Gus Muhaimin Festival: The Next 2024
Ini adalah forum yang diinisiasi para kader, simpatisan sekaligus relawan Gus Muhaimin untuk mentahbiskan Gus Muhaimin sebagai calon Presiden 2024. Berawal dari Jawa Timur, Gus Muhaimin Festival akan menjalar ke seluruh penjuru negeri.
Meminjam terminologi Bung Hatta, ini adalah majelis pemberian mandat dari rakyat kepada Gus Muhaimin untuk mengambil peran sebagai “ketua panitia kesejahteraan.” Dan ini adalah persamuhan akbar warga untuk melihat optimisme bagi masa depan Indonesia yang cerah melalui peta jalan kesejahteraan ala Muhaimin Iskandar.
Dalam tradisi klasik kepemimpinan Jawa, muncul ungkapan terkenal:
Tambur wis ditabuh suling wis muni.
Holopis kuntul baris ayo dadi siji.
Bareng para prajurit lan senopati.
Mukti utawa mati manunggal kawula Gusti.
Arti dari penggalan bait tersebut adalah, “tambur telah ditabuh, seruling sudah berbunyi. Bersatu padu menjadi satu. Bersama prajurit dan senopati. Mulia atau mati, rakyat dan raja adalah kesatuan yang tidak terpisahkan.” Ungkapan ini memberi makna atas pentingnya membangun kesatuan visi pemimpin dan rakyatnya.
Dalam konsepsi social movement ala Nusantara yang dipopulerkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara, mengemuka juga ungkapan legendaris:
“Ing ngarso sung tuladha
Ing madya mangun karsa
Tut wuri handayani
Holopis kuntul baris ayo dadi siji”
Dalam tafisran bebas kurang lebih bermakna, “yang di depan memberi contoh, yang di tengah memberi dorongan, yang di belakang memberi semangat, jika ingin berhasil ayo bersatu padu dalam satu semangat mulia.”
Maka, Gus Muhaimin Festival: The Next 2024 adalah manifestasi “manunggaling kawulo gusti”. Puluhan ribu orang akan bersatu padu bersama pemimpin yang dicintainya. Menyongsong masa depan cerah Nusantara.
Peta jalan kesejahteraan sudah dibentangkan Gus Muhaimin. Kini saatnya kita bersama-sama mewujudkannya.
Fauzan Fuadi
(Ketua Panitia Daerah Gus Muhaimin Festival: The Next 2024)