Liputanjatim.com – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar melaporkan Pilot Project Program Desa Peternakan Terpadu berkelanjutan telah dilaksanakan di BUM Desa Bersama pada 7 (tujuh) Kabupaten.
Ini disampaikannya dalam acara Peluncuran Sertifikat Badan Hukum BUM Desa dan Rapat Koordinasi Nasional Badan Usaha Milik Desa (BUM DESA) yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Jakarta (20/12/2021)
“Menindak lanjuti arahan Bapak Presiden pada 2 Juli 2021, telah dibuat pilot project program Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan, yang dikelola oleh BUM Desa Bersama di 7 Kabupaten, yang memadukan peternakan sapi, kambing, ayam, ikan air tawar, tanaman hortikultura, serta mengelola kotoran dan urine menjadi biogas dan pupuk organik,” tegas Gus Halim, panggilan akrabnya.
Baca Juga: Luncurkan 1.604 Sertifikat Badan Hukum BUM Desa, Presiden Joko Widodo: Kegiatan Ekonomi Harus Bermanfaat bagi Warga Desa
Gus Halim menjelaskan, Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan ini merupakan konsep peternakan komunal yang dikelola BUM Desa Bersama. Bentuknya adalah penggabungan beberapa komoditi unit usaha peternakan pada satu pasar di suatu daerah. Arahnya desa-desa yang berpotensi di sektor peternakan akan dikembangkan sebagai sentral-sentral penyedia daging baik dari sapi, kambing, hingga ayam hingga pusat holtikultura.
“Melalui program ini akan terintegrasi pengelolaan peternakan dari hulu ke hilir. Dari penggemukan hingga kotoran ternak harus memberi nilai ekonomisnya. Tujuannya jelas, selain untuk kesejahterakan masyarakat desa itu sendiri, minimal dapat menurunkan kebutuhan impor dengan meningkatkan ketahanan pangan khususnya pemenuhan kebutuhan daging dan swasembada daging sapi nasional,” ujarnya.
Gus Halim mengakui, industri peternakan di Indonesia masih terbilang belum pesat, padahal permintaan terhadap daging domestik mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terkait peternakan sapi misalnya, Gus Halim menjelaskan sebagian besar pelaku usaha tersebut adalah peternak tradisional. Ternak sapi sering dipelihara sebagai sumber tenaga kerja untuk mengolah lahan, tabungan untuk acara hajat tertentu, dan bukan untuk sapi pedaging. Tata kelola perdagangan juga belum bisa mendorong usaha peternak lokal untuk bisa menjadikan ternak sapi yang mereka miliki menjadi usaha dengan skala besar.
“Kondisi tersebut menyebabkan hasil peternakan yang didapatkan tidak optimal. Keuntungan yang dihasilkan pun tidak maksimal. Dengan program ini, saya berharap dapat menanggulangi semua permasalahan tersebut, “ ujarnya.
Sebagai informasi, Pilot Project Program Desa Peternakan Terpadu Berkelanjutan dimulai di tujuh BUMDes Bersama tersebut terletak di tujuh kabupaten: Bandung, Cirebon, Kebumen, Nganjuk, Jombang, Lumajang, dan Kudus.
Tiap BUMDes Bersama ini melibatkan sekitar 5-10 desa di sekitarnya. Ketujuh BUMDes Bersama yang menjadi proyek percontohan ini telah mendapatkan pelatihan dan pendampingan dari Kemendesa PDTT dan pihak ketiga, yang melibatkan hingga 72 desa dengan luas lahan usaha 140.000 m2 (14 hektare). Masing-masing BUM Desa Bersama ini mengorganisasikan 43 peternak untuk mengelola 20 ekor sapi yang dipadukan dengan budi daya 100 domba, 400 ekor ayam, budi daya 10.000 ikan air tawar, penanaman hortikultura organik di lahan 1.500 m2, budi daya pakan ternak di lahan 16.200 m2, instalasi pengolahan limbah menjadi pupuk organik dan biourine, serta energi terbarukan biogas.
“Kenapa kita uji coba ini dilakukan BUMDes Bersama di 5-10 desa, supaya pasarnya jelas. Misalnya sayur-mayur hidroponik pangsa pasarnya ya semua desa yang jadi bagian dari BUMDesa Bersama sehingga saya yakin tidak ada masalah,” pungkasnya.