Probolinggo, Liputanjatim.com – Pelataran Gedung DPRD Kota Probolinggo didatangi oleh Guru Tidak Tetap (GTT) mulai dari tingkat SMP dan SMA se-Kota Probolinggo, ada apa?
Aksi tersebut rupanya merupakan bentok penolakan mereka terhadap Permenpan No 36, 37 Tahun 2018, pencabutan moratorium PP No 48 Tahun 2005, serta meminta pemerintah segera menerbitkan peraturan perundang-undangan pengangkatan tenaga honorer K2, sebagai CPNS.
Dalam aksinya, para guru honorer ini juga meminta Pemkot Probolinggo memberlakukan gaji UMK (Upah Minimum Kota/Kabupaten) bagi mereka. Hal itu didasarkan, karena kecilnya gaji yang diperoleh selama ini.
Mereka juga membentangkan poster dan ditempelkan ke dinding atau pagar. Salah satunya berisi: “Aksi Damai 1.000 Doa untuk Kesejahteraan Honorer”.
Seperti disampaikan Umuhnisa, salah seorang guru honorer SMP. Dia mengaku menjadi menjadi guru tidak tetap kurang lebih 11 tahun dan belum memiliki SK K2.
“Harapan saya, pemerintah lebih mengutamakan guru honorer yang sudah berusia lebih 35 tahun, diangkat menjadi CPNS,” ujar Umuhnisa di lokasi.
“Saya selama ini cuman digaji Rp 650 ribu/bulan pak, itu pun dibayar tiap tiga bulan sekali, saya harap pemerintah bisa peduli nasib kita ini,” tambahnya.
Menanggapi tuntutan itu, Wakil Ketua 2 DPRD Kota Probolinggo, Roy Amran mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan komisi 1 dan Disdikpora, guna membahas anggaran yang dibutuhkan GTT.
“Kita akan coba bicarakan dengan teman DPRD, wali kota dan sekda untuk anggaran gaji ini. Tapi untuk proses ini, Dispendik kemarin sudah mengajukan dan kita sudah ACC di PAK, jadi nanti kita perkuatkan di tahun 2019,” jelasnya.
Puas menyampaikan aspirasinya selama kurang lebih 2 jam, akhirnya mereka membubarkan diri dengan tertib. [mm]