Liputanjatim.com – Keributan terjadi di dalam Masjid Al Muttaqun Kelurahan Manisrenggo, Kota Kediri saat jemaah masjid hendak melaksanakan Salat Maghrib secara berjemaah. Aksi adu jotos hingga 3 warga terluka itu diduga karena ada warga yang berebut menjadi imam salat.
Dari informasi yang diterima, Aksi adu jotos itu bermula ketika keluarga ahli waris tanah wakaf masjid bersama kelompoknya memaksa diri untuk menjadi imam sholat Maghrib. Namun, sesuai kesepakatan, jadwal imam salat masjid seharusnya ditentukan oleh warga sekitar.
Seorang warga Mashuri, mencoba melerai dan menjelaskan situasi malah mendapat penganiayaan. Melihat kekerasan yang terjadi, ratusan warga mendatangi rumah keluarga ahli waris, meminta mereka untuk bertanggung jawab atas kekerasan tersebut.
“Saat itu saya melihat ada jemaah yang dianiaya oleh pihak ahli waris. Saya berusaha melerai justru saya dianiaya beberapa orang yang tidak saya kenal dan berada di kubu ahli waris. Usai kejadian saya melaporkan ini ke pihak kepolisian,” Kata Mashuri, Sabtu (16/12/2023).
Puluhan petugas Polres Kediri Kota yang diterjunkan ke lokasi untuk menindaklanjuti laporan yang masuk berupaya mengantisipasi terjadinya keributan yang lebih besar dengan melakukan pengamanan di sekitar masjid dan rumah keluarga ahli waris.
Lukman, perwakilan dari pihak ahli waris masjid wakaf itu mengklaim bahwa dirinya juga menjadi korban penganiayaan. Saat itu dirinya hendak maju menjadi Imam Salat Maghrib. Tiba-tiba ia ditarik dari belakang oleh jemaah hingga dirinya terjatuh lalu dipukuli.
“Saat itu saya maju untuk menjadi Imam Salat Maghrib, tiba-tiba ada beberapa jamaah yang menarik dari belakang dan mendorong saya hingga keluar masjid. Saat di luar masjid saya terjatuh, saya menduga karena ada yang menjegal kemudian saya ditendang di bagian dada dan punggung,” kata Lukman.
Sementara itu, Ketua Tanfidziah NU Kelurahan Manisrenggo Saifudin menjelaskan beberapa tahun lalu, Masjid Al Muttaqun berdiri di tanah yang diwakafkan oleh keluarga Arman. Namun, seiring berjalannya waktu, sengketa terjadi antara keluarga ahli waris dan warga, bahkan sampai ke jalur PTUN.
Warga mengaku, sesuai kesepakatan saat itu, pengurus takmir masjid harus dikosongkan selama proses gugatan belum mengeluarkan keputusan. Namun, pihak ahli waris bersikukuh membentuk pengurus internal, yang membuat warga kecewa dan tidak menghendaki mereka menjadi imam di masjid tersebut.
“Ini kan terjadi karena ada pihak-pihak yang tidak terima mengganti imam sholat magrib pada awalnya seperti itu. Karena masjid ini pun masih dalam konflik,” tandas Saifudin.
Hingga saat ini, kepolisian terus berjaga di lokasi untuk mengantisipasi adanya kerusuhan. Langkah mediasi terus dilakukan oleh pihak kepolisian agar kedua belah pihak menemukan jalan keluar dari sengketa tersebut.