Liputanjatim.com – Pemindahan jenazah para pahlawan yang gugur dalam pertempuran di Kalijahe ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Suropati, Kota Malang, mengalami kegagalan setelah menghadapi sejumlah kendala tak terduga. Rencana pemindahan yang digagas pada tahun 1995 tersebut melibatkan jenazah 38 pejuang dari kompi Gagak Lodra yang sebelumnya dimakamkan di kawasan Coban Jahe, Kabupaten Malang.
Juru Kunci TMP Kalijahe, Muhammad Agus Purwanto, mengungkapkan bahwa proses pemindahan jenazah yang hanya tersisa tulang belulang itu terhambat oleh berbagai masalah yang tidak dapat dijelaskan secara logis. Kesulitan-kesulitan ini mengakibatkan rencana pemindahan tersebut batal dilaksanakan.
“Saat itu mau dipindahkan ke taman makam pahlawan yang lebih layak di tahun 1995-an. Semuanya sudah dalam bentuk tulang belulang dan ditaruh di mobil, namun mobil nggak bisa jalan,” ucap Agus, Kamis (22/8/2024).
Keanehan muncul saat tulang belulang itu diturunkan dari mobil, ia mengatakan bahwa ternyata mesin mobil tersebut dapat menyala dan berjalan dengan normal. Lebih lanjut, menurut kesaksiannya saat tulang belulang itu berada di mobil sama sekali tidak dapat menyala.
“Jadi mobil yang digunakan memindahkan itu mogok, nggak rusak. Artinya beliau-beliau ini memberitahu saya gak mau dipindah, tetap di sini saja. Padahal rencananya kan mau dipindah ke Tumpang atau makam pahlawan di Kota Malang,” imbuh Agus.
Fenomena kejadian yang ganjal itu, akhirnya Agus dan kawan-kawannya membatalkan keputusannya untuk memindahkan 38 jenazah para pejuang tersebut. Tulang belulang jenazah para pahlawan itu kembali dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalijahe hingga saat ini.
Meski dikuburkan secara massal di lahan kecil dengan simbol 15 batu nisan, Taman Makam Pahlawan Kalijahe ini cukup memberikan bukti sejarah pada masyarakat sekitar Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, bahwa ada pertempuran sengit antara pejuang dengan penjajah saat itu untuk mempertahankan kemerdekaan.
“Biasanya makam pahlawan itu kan beda lokasi dengan tempat gugurnya, tapi di sini salah satu taman makam pahlawan yang juga menjadi lokasi gugurnya para syuhada dan sayyidah,” jelasnya.
Agus sedikit menceritakan peristiwa gugurnya 38 pejuang di Coban Jahe ini disebabkan adanya ‘pengkhianatan’ dua warga Desa Taji, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, yang memberi informasi bahwa ada puluhan pejuang gerilyawan yang tengah beristirahat di lembah sekitar hutan Kalijahe.
Dari informasi itulah, kemudian Belanda mengepung dan membombardir lokasi di mana para pejuang tengah beristirahat. “Pejuang ini kan sedang istirahat, ada yang sedang mencari makanan di lembah yang dianggap aman, tapi tiba- tiba pukul 11.00 WIB diberondong tembakan dari atas bukit, pertempuran sampai sore pukul 17.00 WIB,” bebernya.
Dari jumlah Kompi Gagak Lodra yang sekitar berjumlah 40-an orang, hampir seluruhnya gugur, hanya ada satu prajurit bernama Slamet yang bisa melarikan diri dengan selamat. “Kalau satu kompi ya ada sekitar 40-an, yang selamat melarikan diri satu orang atas nama Pak Slamet saat ini sudah meninggal dunia,” ucapnya.
Para pahlawan yang dimakamkan di Coban Jahe kini tetap dikenang di tempat tersebut sebagai penghormatan atas jasa-jasa mereka dalam perjuangan melawan penjajah. TMP Kalijahe tetap menjadi saksi bisu perjuangan mereka, dan makam-makam tersebut dijaga dengan penuh kehormatan hingga saat ini.