Fenomena Manusia Silver: Antara Bertahan Hidup atau Malas Bekerja

Liputanjatim.com – Fenomena the silver man atau manusia silver kini tidak hanya ditemukan di Jakarta, namun juga mulai menghantui di persimpangan jalan-jalan besar, bahkan persimpangan jalan kecil penuh keramaian di wilayah Jawa Timur. Fenomena ini awalnya bermula dengan kondisi ekonomi Indonesia yang memburuk akibat pandemi covid-19 2020 dan berdampak hilangnya pekerjaan sebagian masyarakat.

Kondisi tersebut menyebabkan masyarakat dihadapkan setidaknya pada dua pilihan ekstrim, banting setir cari pekerjaan serabutan atau menjadi pengemis, menunggu belas kasihan dari orang lain.  Namun sejak awal tahun 2022, kondisi perekonomian Indonesia mulai membaik, begitu pula kondisi perekonomian masyarakat pada umumnya. Hal tersebut tergambar dari aktivitas berbagai sektor ekonomi kembali normal. Seharusnya dengan kondisi itu, manusia silver, khususnya di Jawa Timur mulai hilang, namun ini malah sebaliknya. Manusia silver kian tumbuh subur di setiap sudut traffic light (lampu merah) sebut saja di perempatan Gedangan Sidoarjo, Pertigaan Terminal Purabaya arah Sidoarjo, Perempatan pintu masuk tol Pandaan Pasuruan dan beberapa titik persimpangan yang ramai kendaraan. Tidak hanya persimpangan jalan besar, manusia silver juga dapat dijumpai di persimpangan kecil di setiap kecamatan.

Fenomena manusia silver, meminta-minta di perempatan tersebut merupakan sebuah hal yang wajar jika pada situasi pandemi covid-19. Himpitan ekonomi, sulitnya pekerjaan dan menciptakan pekerjaan menjadi alasan kuat seseorang bisa bertindak ekstrim, jadi pengemis (manusia silver dalam arti  pengemis). Namun untuk saat ini, aktivitas perekonomian yang telah kembali normal, tentu pilihan menjadi manusia silver merupakan tindakan yang juga tidak bisa dibenarkan.

Keputusan seseorang memilih menjadi manusia silver untuk situasi dan kondisi saat ini menurut Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Anik Maslachah bisa dilihat pada dua sisi persepsi, persepsi bertahan hidup dan persepsi malas bekerja (gunakan definisi kerja pada umumnya). Pada persepsi pertama, kata Anik, hal tersebut sebuah tindakan wajar dan manusiawi menjadi pilihan seseorang untuk bisa memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya. Titik mulanya karena tidak adanya lowongan kerja atau tidak punya skill untuk berwirausaha.

“Situasi seperti ini, maka pemerintah wajib hadir untuk memberikan pelatihan kerja atau pelatihan berkesenian yang menghasilkan uang. Ini menjadi tugas pemerintah memfasilitasi itu,” ungkap Anik.

Sedangkan pada persepsi kedua, manusia silver adalah mereka orang-orang yang malas bekerja dan merasa nyaman dengan meminta-minta. Sebab, hanya dengan bermodal cat silver, mereka bisa menghasilkan uang Rp 300.000 – Rp 1.000.000 perhari tergantung pada tingkat keramaian jalan dan lamanya berada di lokasi. Pendapatan yang terbilang besar tersebut membuat mereka nyaman dan malas untuk bekerja.

“Manusia silver yang saya temui itu rata-rata anak muda, remaja, bahkan anak-anak juga memilih untuk jadi manusia silver. Kenapa tertarik, ya karena hasilnya besar setiap harinya, melebihi gaji karyawan pabrik,” kata Sekretaris DPW PKB Jawa Timur itu.

Fenomena manusia silver meminta-minta di perempatan jalan, utamanya yang dilakukan oleh pemuda dan anak-anak fenomena yang harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Meminta-minta/mental pengemis merupakan mental yang harus dijauhkan dari generasi muda. Sebab itu, Anik berharap pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan pemerintah kabupaten/kota untuk segera melakukan razia penjaringan manusia silver untuk diberikan pelatihan sehingga mampu diterima di pasar kerja atau menciptakan usaha sendiri.

“Ini tugas pemerintah memberikan pendidikan skill kepada mereka, agar generasi muda yang lain, utamanya anak-anak untuk tidak ikut-ikutan menjadi generasi pengemis,” sambungnya.

Hingga hari ini, manusia silver yang ada di setiap sudut perempatan jalan itu menghadirkan pro dan kontra. Mereka yang pro berpandangan bahwa manusia silver bagian dari pertunjukan seni yang tidak mengganggu pengguna jalan dan hal itu juga salah satu cara mereka mencari nafkah. Mereka yang kontra tentu berpandangan bahwa manusia silver adalah tindakan meminta-minta, selain mengganggu pengguna jalan, mereka juga diasumsikan dapat merusak mental generasi muda.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here