Liputanjatim.com – Anggota Komisi D DPRD Jawa Timur Masduki menyampaikan kekecewaannya atas penyataan Dirjen Kementerian Pekerjaan Umum dan Pernyataan Rakyat (PUPR) yang mengatakan proyek jalan Pantai Selatan (pansela) Jawa tidak terlalu urgen.
Pernyataan tersebut dianggap berlawanan dengan semangat Perpres 80 tahun 2019 dan semangat membangun ekonomi masyarakat di wilayah Jawa bagian selatan.
“Kita kecewa juga, ketika statemen dirjen mengatakan bahwa program ini tidak terlalu signifikan untuk peningkatan ekonomi,” ungkap Masduki, Rabu (22/9/2021) di raung kerjanya DPRD Jawa Timur.
Ia berpendapat jalan Pansela Jawa sangat dibutuhkan oleh masyarakat demi kemajuan dan perkembangan perekonomian khusus masyarakat Jawa Timur bagian selatan. Terlebih lagi, wilayah pesisir Jawa bagian selatan memiliki banyak sektor pariwisata. Sehingga konektivitas daerah di wilayah selatan menjadi pamacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan ekonomi antara wilayah pantura dan wilayah pansela.
“Kalau program ini sudah selesai saya yakin pesisir pantai seperti di Malang yang potensi wisata pantainya tidak usah diragukan lagi, insyaallah akan ramai dan akan menaikkan ekonomi masyarakat,” kata politisi dari daerah pilihan (Dapil) Mojokerto-Jombang itu.
Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Jatim untuk bisa lebih serius menangani proyek Pansela. Hingga hari ini, progres penyelesaian proyek yang ditargetkan selesai pada 2023 tersebut jika diakumulasi masih diangka 60 persen. Hal itu karena menggunakan metode pembangunan daerah per daerah atau per persil. Sehingga progres pekerjaan di masing-masing daerah berbeda-beda, seperti daerah Pacitan yang mencapai 80 persen, Blitar 60 persen dan Malang 50 persen.
Anggota Fraksi PKB ini mengaku, pengerjaan Pansela Jawa dengan sistem persil sedikit banyak berpengaruh terhadap progres pengerjaan proyek. Apalagi dihambat pembiayaan yang terdampak refokusing untuk penanganan pandemi Covid-19.
Lebih lanjut, ia mengkritik soal medote persil yang dianggap banyak membuang anggaran untuk perawatan jalan. Sebab jalan yang telah dibangun meski belum dioperasikan secara menyeluruh tetap membutuhkan biaya perawatan. Dan hal tersebut adalah suatu keputusan yang tidak efisien.
“Menurut saya, pembangunannya salah desain, seharus tidak parsial-parsial. Malang berapa persen, Pacitan berapa persen, sampai Banyuwangi berapa persen. Akhirnya jalan yang kita bangun yang tidak sampai 100 persen. Ini siapa yang merawat, tidak dipakai sama masyarakat, karena belum selesai,” katanya.