Liputanjatim.com – Ratusan demonstran berpakaian hitam yang mengatasnamakan Kelompok Masyarakat Sipil Kota Surabaya melakukan aksi di Taman Apsari untuk menolak pengesahan RUU TNI, yang dinilai mengancam demokrasi.
Mereka mengecam kembalinya militer ke ranah sipil seperti zaman Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Namun, di seberang lokasi demonstrasi, tepatnya di Lapangan Gedung Negara Grahadi, ratusan aparat TNI dan Polri sedang menggelar Apel Pasukan Operasi Ketupat 2025.
Dua peristiwa ini terjadi bersamaan, menciptakan kontras yang tidak bisa dihindari, satu pihak menolak militerisme, sementara di sisi lain, barisan aparat berdiri dalam formasi resmi.
Koordinator aksi, Zaldy Maulana, menilai pemandangan di Grahadi sebagai simbol ironi yang mencerminkan isi protes mereka.
Momen ketegangan terjadi saat pengeras suara acara Apel memutar lagu ditengah demonstran memulai aksi.
“Kita berdiri di sini menolak TNI masuk ke jabatan sipil, tapi di depan kita, mereka justru menguasai ruang publik. Mereka sengaja memutar lagu agar mereka bisa pura-pura tidak mendengar,” ujar Zaldy dalam orasinya, Kamis (20/3/2025).
Massa merespons dengan teriakan “RUU TNI Jancok!”, menegaskan kemarahan mereka terhadap keputusan DPR yang dianggap sebagai langkah mundur demokrasi. Akhirnya suara dari dua kegiatan yang kontras tersebut saling balas.
Setelah kondisi mulai memanas, Kapolrestabes Surabaya, Kombespol Luthfie Sulistiawan, menemui demonstran dan menegaskan bahwa apel pasukan di Grahadi tidak ada kaitannya dengan RUU TNI.
“Apel ini lho berbeda (bahasan), kami hanya memastikan kesiapan pengamanan mudik Lebaran, bukan mendukung atau merespons aksi unjuk rasa,” kata Luthfie.
Namun, para demonstran tetap menolak kehadiran pasukan di tengah aksi mereka. Bahkan aksi saling dorong sempat terjadi, meski begitu aksi tetap bisa dilanjutkan dengan kondusif.
“Iya pak kita tahu, tapi yang kami lakukan dilindungi Undang-undang lo Pak, kita berhak melakukan demonstrasi,” teriak salah seorang demonstran.
Sebagai informasi, aksi di Kota Pahlawan yang seharusnya dimulai pukul 13.00 WIB sempat tertunda akibat hujan deras, namun massa tetap bertahan hingga sore hari. Mereka membawa spanduk bertuliskan “Tolak Dwifungsi Militer!” dan “TNI Kembali ke Barak!”
“Demokrasi ini bukan hadiah, tapi hasil perjuangan. Jika kita diam hari ini, besok kita akan kehilangan lebih banyak!” Teriak Zaldy yang diikuti oleh demonstran lainnya.
Sementara itu, di Lapangan Grahadi, apel pasukan tetap berlangsung tanpa gangguan. Dua realitas yang berdiri berseberangan, sebuah potret nyata dari polemik yang sedang terjadi di Indonesia.