Liputanjatim.com – Penolakan PKS Pusat terhadap kenaikan BBM Bersubsidi juga diamini oleh PKS Daerah. Hal ini ditegaskan langsung oleh Ketua DPW PKS Jawa Timur, Irwan Setiawan setelah Presiden PKS Ahmad Syaikhu mengirim surat terbuka untuk Presiden Jokowi.
Kang Irwan katakan, penolakan yang dilakukan PKS tidak hanya berhenti di tingkat provinsi, namun berlanjut hingga di 38 kabupaten/kota. Menurutnya, kebijakan menaikkan harga BBM menunjukkan bahwa pemerintah tidak berempati terhadap kondisi masyarakat yang masih dalam kesulitan ekonomi pasca pandemi.
“Ditambah saat ini sedang terjadi krisis pangan. Harga-harga sembako saat ini sudah meningkat tajam. Apalagi jika nanti saat BBM bersubsidi dinaikkan, harga akan semakin tak terkendali,” ujar Kang Irwan.
Ia mengatakan, rakyat sudah berkali-kali terpukul dengan berbagai kondisi yang makin menghimpit rakyat. Seperti harga minyak goreng yang melambung tinggi tak terkendali.
“Belum selesai harga minyak goreng yang melonjak, harga telur meroket. Kini seluruh masyarakat semakin terpukul dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi,” tegasnya.
Menurutnya, kenaikan harga BBM bersubsidi ini akan mengundang efek domino di masyarakat. Karena menurunkan daya beli masyarakat, khususnya masyarakat kecil yang kondisi ekonominya belum pulih.
“Tukang ojek, pedagang kaki lima, tukang bakso, supir angkot dan truk, buruh dan prkerja, pelaku UMKM, emak-emak, pelajar, petani, peternak, dan elemen masyarakat lainnya akan menjerit. Terpukul ekonominya dan sulit bamgkit dari keterpurukan ekonomi,” ujar pria 46 tahun itu.
Irwan menegaskan penolakan ini sebagai bentuk pertanggung jawaban PKS secara moral dan konstitusional untuk menyuarakan penolakan terhadap kenaikan BBM bersubsidi. Jawa Timur sendiri, ia melanjutkan, merupakan provinsi dengan garis pantai terpanjang di Pulau Jawa. Di dalamnya, ada 70 ribu lebih keluarga nelayan yang pasti akan terpukul dengan kenaikan BBM bersubsidi.
“Kenaikan solar sebesar 26 persen lebih, akan membuat perbekalan lebih dari 50 persen. Ini berat untuk nelayan kecil,” ujar Irwan.
Belum lagi, tambahnya, jatah solar subsidi untuk nelayan 500 ribuan kilo liter tidak sepenuhnya bisa diakses nelayan kecil. Padahal, menurutnya banyak dari desa-desa nelayan di pesisir masuk ke dalam desa miskin ekstrim.
“Kenaikan harga BBM bersubsidi, tentu akan menyebabkan terjadinya inflasi terutama di sektor pangan,” kata mantan anggota DPRD Jatim selama dua periode in.
Jika kenaikan pertalite dari Rp 7.650/liter menjadi Rp 10.000/liter atau sebesar 30 persen, maka bisa diasumsikan inflasi akan naik sebesar 3,6 persen.
“Setiap kenaikan 10 persen BBM bersubsidi, inflasi bertambah 1,2 persen. Jika pada Juli 2022 inflasi mencapai 4,94 persen, maka angka inflasi akhir tahun bisa menembu 7-8 persen. Kondisi ini akan memukul kehidupan rakyat yang daya beli dan konsumsi akan semakin melemah,” kata Irwan.
Sehingga menurutnya, angka kemiskinan akan berpeluang meningkat, dan pengangguran semakin bertambah.
Besaran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp 24,17 Triliun yang diberikan, kata Irwan, tidak sebanding dengan tekanan ekonomi yang dihadapi rakyat akibat dampak pandemi dan angka inflasi yang sudah tinggi.
“Belum lagi masih ada 2 jutaan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang datanya belum jelas di Kementerian Sosial. Banyak data yang tidak akurat, juga ada ketidaktepatan sasaran dalam penyaluran, hingga persoalan terjadinya korupsi, yang nilainya fantastis,” katanya.
Ia pun meminta Presiden RI untuk menempatkan kebutuhan mendasar rakyat sebagaimana amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Yakni pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak, kebebasan dari kemiskinan, terjangkaunya akses kepada energi dan sumber daya mineral, menjadi prioritas pembangunan dan prioritas alokasi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” ujarnya.