Liputanjatim.com – Sejak terjadinya konflik mahasiswa Papua di Surabaya yang menjalar aksi anarkis di Papua membuat pemerintah mengambil kebijakan melakukan pemblokiran sementara internet di Papua. kebijakan tersebut diambil karena tersebarnya informasi hoaks terkait konflik yang terjadi. Salah satu informasi haoks tersebut bahwa pelajar Papua mendapat perlalukan tidak adil di Surabaya.
Infomasi hoaks tersebut yang tesebar di Papua melalui media sosial tersebut membuat suasa di Papua memanas yang berujung pada aksi anarkis.
Untuk antisipasi hoaks yang beredar, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan pemblokiran internet di Papua. Namun, pemblokiran tersebut terus belansung hingga saat ini tanpa adanya penjelasan dari Komimfo.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara saat ditemui di acara Economic Outlook 2020 menolak untuk berkomentar. Rudiantara hanya melambaikan tangan kala ditanya seputar kebijakan itu.
“Nanti ya, nanti,” kata Rudiantara sambil melambai dan masuk ke dalam lift di Mal Pacific Place, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019.
Persoalan pemblokiran Internet dimasalahkan sejumlah pihak. Bahkan, hari ini, Ombudsman RI memanggil Kominfo untuk dimintai keterangan terkait itu.
Saat dihubungi pada akhir pekan lalu, anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, memandang kebijakan pemerintah ini berpotensi melakukan maladministrasi dan penyalahgunaan kekuasaan. Sebab, kata dia, saat ini belum ada peraturan yang memayungi pemblokiran itu.
Adapun dugaan maladministrasi ini merujuk pada penggunaan wewenang untuk tujuan lain. Dugaan maladministrasi ditambah dengan belum adanya tata cara pertanggungjawaban, serta sistem pengawasan dan evaluasi dari kebijakan pembatasan Internet tersebut.
“Antara Menkominfo, dengan Kapolri, Menhan, Panglima TNI, dan Menkopolhukam kan perlu ada penetapan kondisi darurat, seperti apa, sehingga boleh memblokir,” tuturnya.