Liputanjatim.com – Setelah disahkannya UU Pesantren beberapa pekan lalu, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengadakan sosialisasi Undang-undang Pesantren.
Acara yang bertempat di ruang Salsabilah lantai 1 Kantor PWNU Jatim itu dihadiri oleh semua pengurus PCNU se Jawa Timur dan Anggota DPRD Provinsi Fraksi PKB Jawa Timur. Narasumber dalam acara ini Ketua Panja RUU Pesantren H Marwan Dasopang dan Ketua PBNU Kyai Robikin Emhas dan dimoderatori oleh Dr Edy Suwito.
Menurut Kyai Robikin, terbitnya UU Pesantren merupakan hasil perjuangan PKB di parlemen. Sebab, sepanjang pengetahuannya hanya partai besutan Gus Amilah yang memiliki komitmen untuk memperjuangkan pesantren hingga tingkat parlemen.
“Kita butuh partner politik untuk mengawal RUU Pesantren pada waktu itu. Akhirnya melalui serangkaian proses politik yang dilakukan oleh PKB, UU Pesantren disahkan,” kata Kyai Robikin, Kamis (24/10/2019).
Salah satu penyebabnya, ungkap Kyai Robikin, tidak ada satupun partai politik yang konsisten untuk memperjuangkan kepentingan warga NU selain PKB.
“Semuanya dilakukan oleh PKB. Karena untuk proses-proses politik realitasnya begitu sampai di senayan tidak punya kemerdekaan untuk menyampaikan aspirasi kita,” tambahnya.
Adanya UU Pesantren ini, menurut Kyai Robikin tidak menyempitkan fungsi-fungsi pesantren yang selama ini dikhawatirkan banyak pihak. Sebab, UU Pesantren punya tiga fungsi yakni, pendidikan, pemberdayaan sosial dan sebagai media dakwah.
Selain itu, menurut Kyai Robikin ada lima poin di dalam UU itu yang bisa dikelola oleh pesantren-pesantren di Indonesia. Diantaranya UU Pesantren menghapus diskriminasi terhadap pendidikan pesantren, memberikan afirmasi pendanaan bagi pesantren sehingga mempercepat pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), meneguhkan komitmen pesantren terhadap Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 dan menguatkan pesantren sebagai kiblat peradaban dunia.
Dalam kesempatan yang sama, Marwan Dasopang menjelaskan bahwa lahirnya UU Pesantren merupakan hasil perjuangan yang panjang. Salah satunya dengan melakukan kirab resolusi jihad dan pawai santri pada 2015 lalu dengan tujuan pemerintah segera menetapkan Hari Santri Nasional (HSN) pada tanggal 22 Oktober.
“Lewat PKB dan NU kita melakukan kirab dan di tahun 2015 pemerintah mengakui resolusi jihad dan menetapkan HSN pada 22 Oktober,” terangnya.
Pasca pengesahan HSN oleh pemerintah, akhirnya PKB mengusulkan agar pesantren diakui secara kelembagaan dan memiliki payung hukum. Diantaranya perihal administrasi lembaga pendidikan dan pemberdayaan pesantren.
“Karena itu PKB mengusulkan UU Pesantren dan Madrasah awalnya. Karena kita ketahui bersama Pesantren telah lahir dan mencerdaskan anak bangsa. Yang diajarkan di dalam pesantren adalah khazanah keislaman dan cinta tanah air. Karena itu UU ini layak kita sambut dengan gembira,” pungkasnya.