
Liputanjatim.com – Dewan Pengurus Pusat (DPP) Perempuan Bangsa menggelar diskusi daring bertajuk “Yuk Belajar Literasi Digital” dalam rangka memperingati hari kartini. Acara ini menghadirkan nama-nama besar seperti Pemimpin Redaksi IDN Times Uni Lubis dan aktivis literasi digital Rahma Arifa.
Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa Nihayatul Wafiroh mengawali dengan mengurai alasan diskusi literasi tersebut. Ia menekankan pentingnya literasi digital agar perempuan terhindar dari kekerasan daring.
“Kekerasan di dunia digital saat ini sangat luar biasa. Dan kita ingin membekali seluruh perempuan untuk mulai melek soal literasi digital. Bukan hanya menggunakan medsos hanya untuk mendapatkan informasi, tetapi juga dapat memberi informasi dan membentengi diri kita,” ujar Ninik, Senin (21/4/2025).
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI itu juga menyebut, Hari Kartini cukup dekat dengan literasi. Kaum perempuan Indonesia sepatutnya bersyukur lantaran dapat belajar literasi dari Kartini. Seakan mengaitkan perjuangan Kartini dengan gerakan digital masa kini.
“Saya berharap melalui kegiatan ini seluruh kader Perempuan Bangsa juga perempuan Indonesia secara umum bisa mendapatkan informasi yang memadai untuk kita bisa lebih melek pada masalah yang menimpa kaum perempuan,” tutur legislator asal Banyuwangi itu.
Masih ditempat yang sama, Uni Lubis dalam diskusi ini turut memberikan apresiasi. Ia menyebut, “Perempuan Bangsa menurut saya rasa sudah melakukan inisiatif yang sangat baik dan tepat dalam rangka Hari Kartini. Selamat Hari Kartini buat kita semua. (Sosok) yang selalu saya jadikan contoh Mbak Ninik nih… Ini menurut saya patut untuk ditiru,” ungkapnya.
Uni menambahkan, literasi bagi kaum perempuan bukan sekedar bisa membaca dan menulis, tetapi juga memahami dan memilih sumber informasi. “Jadi lebih jauh lagi dari sekedar informasi. Bahkan bisa mengkomunikasikan. Jadi lebih dalam,” tuturnya.
Pujian ini, walau positif, juga membuka ruang tanya, apakah tokoh-tokoh perempuan lain di luar lingkaran politik partai juga mendapatkan panggung yang sama dalam agenda-agenda serupa?
Justru kritik konstruktif datang dari aktivis Rahma Arifa. Ia menekankan pentingnya Perempuan Bangsa membuka diri terhadap masukan non-politik.
“Jadi sering-sering lah ya tante Nihayah kita diskusinya dengan kawan-kawan jurnalis dan juga kawan-kawan aktivis yang bergerak di luar politik, karena politik itu sangat-sangat-sangat butuh masukan dan juga pencerahan dari kawan-kawan di luar politik,” tegas Rara.
Rara juga menekankan pentingnya fondasi literasi yang kuat sebelum masuk ke dunia digital. “Literasi digital harus dimulai dari literasi non digital. Contoh soal kekerasan digital, tentu akan tahu kalau itu kekerasan setelah memahami apa itu kekerasan,” pungkasnya.