Liputanjatim.com – Pemuda asal Papua Muhammad Andi Mambrasar duduk di depan layar laptop dengan napas yang tertahan. Dari balik layar, suara pengasuh Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) terdengar tegas membacakan nama-nama santri baru yang lolos ujian masuk.
Tak lama kemudian, nama Andi dibacakan. Mata pemuda asal Papua itu pun berkaca-kaca. Tangannya langsung meraih ponsel dan menghubungi keluarganya.
“Alhamdulillah saya diterima di Gontor 1 pusat. Ini kado buat bapak dan ibu saya di Papua. Doa mereka terkabul. Anakmu akan belajar sungguh-sungguh di pesantren ini, Insyaallah,” kata Andi, Kamis (17/4/2025).
Jauh dari rumahnya di Fakfak, Papua Barat, Andi menjadi satu dari ribuan calon pelajar yang dinyatakan lulus ujian masuk Gontor tahun ajaran 2025/Syawwal 1446 H.
Andi memutuskan untuk menempuh perjalanan panjang ke Jawa demi menjadi santri pilihan yang bagi sebagian anak seusianya mungkin tak mudah.
“Saya ingin jadi guru atau ustaz, biar nanti bisa pulang dan ajar anak-anak di kampung. Papua butuh anak muda yang ngerti agama dan bisa jadi contoh,” kata Andi.
Bagi Andi, diterima di Gontor adalah bagian dari cita-citanya yang panjang di tengah keterbatasan fasilitas pendidikan di kampung halamannya. Dia ingin menjadi generasi Papua yang paham agama, berakhlak, dan bisa berdiri sejajar dengan siapa pun.
Bagi Gontor, kehadiran santri seperti Andi bukan sekadar statistik. Mereka adalah simbol bahwa semangat mencari ilmu tak mengenal batas geografi.
Di hadapan para Capel yang lulus, Pimpinan Pondok Prof Dr KH Amal Fathullah Zarkasyi, MA, menegaskan pentingnya peran santri sebagai pembawa cahaya di tengah umat. “Umat ini akan tercerahkan oleh alumni-alumni kita. Gontor tidak hanya mendidik, tapi juga menyiapkan pemimpin masa depan,” paparnya.
Pesan tak kalah kuat datang dari K H Hasan Abdullah Sahal yang menekankan pentingnya kekuatan mental. “Santri itu harus kuat. Dipuji tidak sombong, dihina tidak kecil hati. Ingat, kalian bukan hanya belajar untuk diri sendiri, tapi untuk umat,” pesan KH Hasan.