Rumah Sakit di Jatim Belum Siap Hadapi Pmberlakuan KRIS, DPRD Minta Ditunda

Liputanjatim.com – Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur Sri Untari Bisowarno meminta agar penerapan Peraturan Presiden Nomer 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan yang di dalamnya mengatur tentang pembatasan KRIS (Kelas Rawat Inap Standar) yang akan berlaku mulai Juni 2025 ditunda.

Untari mengaku sudah berdiskusi dengan Rumah Sakit milik Pemprov Jatim seperti RSUD dr Soetomo dan RSUD lainnya terkait penerapat peraturan tersebut. Mereka katanya, mengkhawatirkan RS tidak mampu menampung pasien.

“Kami minta pemerintah pusat menunda kebijakan KRIS karena belum tepat dilaksanakan tahun ini,” kata Sri Untari, Senin 17 Maret 2025.

Politisi PDIP ini menjelaskan bahwa sistem KRIS adalah sistem baru yang menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 di BPJS Kesehatan, dengan tujuan menyamaratakan kualitas layanan rawat inap bagi semua peserta. Kepadatan ruang pun diatur dimana setiap ruang inap maksimal diisi 4 ranjang pasien dengan jarak minimal 1,5 meter.

“Nah selama ini di RSUD dr Soetomo rata-rata satu ruangan ada 6 tempat tidur,” urai Sri Untari.

Sri Untari mengaku peraturan KRIS sebenarnya baik demi meningkatkan kualitas layanan kesehatan masyarakat. Namun untuk saat ini melihat kondisi yang ada, penerapan aturan tersebut masih membutuhkan waktu. Hal ini dikarenakan antusiasme masyarakat berobat dan jumlah pasien BPJS yang cukup besar di Jatim, tentu akan menyulitkan.

“Dengan adanya KRIS praktis daya tampung rumah sakit harus dikurangi, karena hanya diperbolehkan menampung 4 bed di satu ruangan rawat inap,” ujarnya.

“Sebelum KRIS diberlakukan saja RSUD Soetomo ini sudah overload, apalagi kalau nanti KRIS diberlakukan,” lanjut Sekretaris DPD PDI Perjuangan ini.

Data terbaru di awal tahun 2025 ini saja, ada 21.000 – 37.000 pasien rujukan BPJS yang harus dilayani oleh RSUD dr Soetomo saja. Jika dilakukan pengurangan sesuai dengan aturan KRIS maka RSUD dr Soetomo akan mengalami pengurangan pendapatan sekitar Rp 180 milyar setahun.

Pemberlakuan aturan KRIS, masih kata Untari, harus mempertimbanhkan sarana dan prasarana yang ada di Rumah Sakit, agar aturan pelayanan kesehatan tidak malah berdampak buruk bagi masyarakat.

“Ini bukan kebijakan yang memiliki sence of crisis di tengah sensivitas kondisi kesehatan masyarakat,” imbuhnya.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here