Liputanjatim.com – Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) kembali merebak di Kabupaten Lumajang. Sejak November 2024 hingga awal Januari 2025, sebanyak 900 sapi dilaporkan terjangkit, dengan 70 di antaranya mati akibat penyakit ini.
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Lumajang memperketat pemeriksaan dan pengawasan, terutama di pasar hewan. Kepala DKPP Lumajang, Retno Wulan Andari, menyatakan bahwa sapi yang menunjukkan gejala PMK dilarang masuk ke pasar.
“Kami melakukan skrining ketat terhadap sapi-sapi yang hendak masuk pasar. Sapi dengan gejala PMK tidak diperbolehkan masuk dan segera ditangani,” ujar Retno, Jumat (3/1/2025).
Gejala PMK meliputi demam tinggi, air liur berlebihan, dan luka pada mulut serta kuku. Penularan terjadi melalui kontak langsung, peralatan peternakan, atau udara. DKPP Lumajang terus mengedukasi peternak untuk mendeteksi dini gejala tersebut dan melaporkannya segera.
Hotib, salah satu peternak, mengungkapkan bahwa sapinya mulai menunjukkan gejala PMK dua bulan lalu. “Sapi saya sering keluar air liur. Kini sudah diperiksa dan diberi obat oleh dokter hewan,” ujarnya. Hal serupa diungkapkan Rotib, peternak dari Kunir, yang mencoba mengobati sapinya dengan ramuan tradisional sebelum akhirnya meminta bantuan medis.
Selain pengawasan, DKPP juga memperluas distribusi vaksin dan memberikan obat-obatan untuk menekan penyebaran. Namun, akses ke obat dan vaksin masih menjadi kendala bagi peternak di daerah terpencil. “Kami berupaya memperluas jangkauan vaksinasi dan memantau kesehatan ternak secara berkala,” tambah Retno.
Meski berbagai langkah telah dilakukan, tantangan tetap ada, terutama rendahnya kesadaran peternak akan pentingnya biosekuriti. DKPP berharap kolaborasi antara pemerintah, peternak, dan masyarakat dapat mempercepat pengendalian wabah ini.
“Harapan kami tidak hanya menekan angka penyebaran, tetapi juga meningkatkan kesadaran peternak tentang pentingnya pencegahan. Dengan kerja sama semua pihak, wabah ini bisa teratasi,” tutup Retno.