Liputanjatim.com – Anggota DPRD Jawa Timur Hadi Dediansyah mengaku heran dengan penyerapan anggaran belanja APBD Jatim 2024 yang berjalan lamban meski sudah memasuki semester II.
Data Pemprov Jatim yang diterimanya, anggaran APBD Jatim 2024 masih terserap sekitar 36%, hingga triwulan dua atau Juni 2024.
Dedi menilai, faktor utama rendahnya serapan APBD yakni karena anggaran belanja dari seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Jatim masih rendah.
“Semestinya kita berpatokan parameter penyerapan adalah setiap triwulan. Tetapi triwulan pertama pun dengan alasan musim politik penyerapan tidak maksimal begitu juga ke triwulan dua juga sangat rendah,” ujar Hadi di Surabaya, Senin 1 Juli 2024.
Menurutnya, ditengah masa transisi DPRD Jawa Timur periode 2019-2024 ke 2024-2029 dia melihat belum ada tanda-tanda yang menunjukkan kinerja OPD yang maksimal. Ia juga menyesali realisasj dari program sinergitas Pokok pikiran DPRD Jatim juga tidak ada yang terealisasi.
“Sampai sekarang (sinergitas) belum ada yang teralisasi. Contohnya di OPD Pekerjaan Umum mitra komisi D belum ada tanda tanga masuk NPHD apalagi pencairan. Yang ada masih proses survey dan administrasi,” terangnya.
Berangkat dari fakta-fakta ini, Dedi mendesak agar Gubernur Jatim segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pelaksana. Agar mampu berkinerja lebih cepat lagi.
“Kinerja OPD ini perlu di evaluasi, seringkali saat rapat hearing dengan mereka, selalu mengatakan segera ditindaklanjuti tapi pelaksanaan zonk lagi,” sindirnya.
Ini menandakan, kata Dedi, komitmen sinergitas eksekutif dan legislatif belum berjalan lancar. Padahal kita semua tahu, Pj Gubernur Jatim bekerja yang terbaik untuk masyarakat Jawa Timur. Namun, di tingkat pelaksanaan tidak berjalan sesuai harapan. Dedi mencontohkan, prgoram hibah pokmas ke Bantuan Keuangan (BK) Desa. Dimana untuk program itu sampai saat ini hanya sekitar beberapa persen masuk tahap survey. tapi belum ada tindaklanjut.
“Jadi kalau satu saja terkait program BK desa ini tidak beres, berarti yang lain juga belum berjalan maksimal. saya yakin target penyerapan akan gagal total,” ucap Dedi.
Imbas dari lambannya kinerja OPD-OPD ini, lanjut Dedi, tidak hanya membuat hubungan eksekutif legislatif menjadi kurang baik. Hal ini juga akan berdampak ke masyarakat langsung. Karena program ini berasal dari aspirasi masyarakat yang diperjuangkan DPRD dan seharusnya direalisasikan eksekutif. “DPRD keerap kali dituduh tukang hoax. karena tidak memperjuangkan aspirasi dari masyarakat,” keluhnya.
Ia berharap, cara seperti ini harus segera dicarikan solusi terbaiknya. Perlu membangun sinergitas yang baik sehingga ke depan eksekutif atau OPD itu ada batasan ukurannya kerjanya. “Korbannya pasti wakil rakyat. Kalau kita sudah sepakat program dan sudah masuk ke Perda, harus segera direalisasikan. kalau tidak direalisasikan malah ini suatu tanda tanya besar, berarti kerja eksekutif tidak berhasil. silakan saja dicek di lapangan,” pungkasnya.
Sementara itu, Pj Gubernur Jatim Adhy Karyono menyampaikan sudah memperhatikan persoalan penyerapan anggaran yang masih sekitar 36% ini. Dalam loncatan di triwulan dua sangat besar. memang triwulan masih dalam tahap perencanaan. Dana Bantuan tidak serta merta kita realisasikan perlu rekonsiliasi data dan verifikasi di lapangan. Bahwa yang akan kita luncurkan bantuan, baik hibah maupun program yang ada itu targetnya benar dan bermanfaat untuk masyarakat. “Dana hibah sudah 70% sudah NPHD dan masuk SK, kami targetkan bulan Juli ini penyerapan akan naik signifikant,” jelas Pj Gubernur Adhy Karyono.
Menurutnya, angka peneyrapan 36 persen sampai Juni 2024 ini sebenarnya sudah cukup tinggi dibanding penyerapan provinsi secara nasional. “Karena rata-rata nasional pennyerapan anggaran masih 29%. Apa yang menjadi hak rakyat itu yang kami utamakan. Nanti segera kita cek lagi (di OPD-OPD),” pungkasnya.