Liputanjatim.com – Badan Anggaran (Banggar) DPRD Jawa Timur menganggap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Jatim 2023 layak dilanjutkan.
Jubir Banggar DPRD Jatim menjelaskan dilanjutkan artinya untuk dilakukan pembahasan oleh komisi-komisi dan fraksi-fraksi sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kendati demikian, Banggar DPRD Jatim juga menyampaikan beberapa hal yang perlu dilakukan pendalaman. Diantaranya, mulai 2025 APBD Jatim akan mengalami potential loss (penurunan pendapatan daerah) akibat penerapan opsen PKB dan opsen BBNKB.
“Banggar meminta kepada Pemprov Jatim memberikan dan menjelaskan rincian data terkait potential loss serta upaya peningkatan pendapatan daerah yang bersumber dari PAD dan pendapatan transfer dari pusat,” kata Mathur dalam rapat paripurna, Kamis (30/5/2024)
Selain itu, Banggar juga merekomendasikan agar SILPA tahun 2023 yang mencapai 3,8 triliun mendaoatkan perhatian serius dalam pembahasan. Mengingat, membiarkan besarnya kapasitas fiskal menjadi SILPA yang tidak mensejahterakan masyarakat adalah sesuatu yang ironis.
Ditambahkan Mathur, pada 2024 diselenggarakan pilkada serentak nasional, termasuk untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim periode 2024-2029.
“Ini tentunya akan menjadi perhatian Banggar untuk mengalokasikan kebutuhan dana yang cukup agar Pilkada provinsi Jatim berjalan dengan baik dan lancar,” jelasnya.
Sementara terkait pencermatan dan pembahasan Raperda ini berdasar audit BPK , maka dapat disampaikan laporan realisasi anggaran pelaksanaan APBD Jatim 2023 sebagai berikut.
Pertama, pos pendapatan daerah tahun 2023 terealisasi 33.767.866.236.628,02 atau mencapai 102,87%. Dengan demikian terdapat pelampauan pendapatan sekitar 941.583.933.402,02 atau 2,87% dari target yang ditetapkan.
“Pelampauan pendapatan ini berasal dari PAD yang mencapai 102,97%, pendapatan transfer mencapai 102,56%, dan lain-lain pendapatan yang sah mencapai 143,62% dari target yang ditetakan,” ungkap politikus asal Madura.
Kendati demikian, penting diperhatikan dalam pembahasan di komisi maupun fraksi adalah kontribusi pajak daerah maupun retribusi daerah tidak mengalami progresifitas pertumbuhan seperti yang dicanangkan dalam KUA 2023.
“Pertumbuhan penerimaan pajak daerah yang minus 2 % dibandingkan tahun 2022, tentu harus dianalisis lebih rinci khususnya dikaitkan dengan efektifitas implementasi 11 arah kebijakan pengelolaan pendapatan daerah tahun 2022,” jelas Mathur.
Selanjutnya tidak tercapainya target penerimaan daerah dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (BUMD) tahun 2023 sebesar 471.791.967.347 atau terealisasi 97,46% dari target sehingga cenderung menurun dibanding tahun 2022 yang tereallisasi 99,95% dari target
“Tata laksana BUMD Jatim perlu dilakukan kajian agar kedepan pertumbuhan penerimaan daerah dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan jauh lebih tinggi daripada tahun 2023 yang hanya berada di angka 4%,” pinta Mathur.
Begitu juga pelampauan lain-lain PAD yang sah, bila ditellusuri lebih rinci yang dominan justru bersumber dari pendapatan badan layanan umum daerah (BLUD) yang mencapai 3.085.410.916.404 atau 91% dari total penerimaan lain-lain PAD yang sah tahun 2023.
“Pelampauan target penerimaan ini tidak daat digunakan sebagai tolak ukur kinerja OPD bidang pendapatan daerah karena tidak berdampak ada kapasitas fiskal daerah,” tegasnya.
Kedua, pos belanja daerah terealisasi 34.284.843.386.827,44 sen atau 92,31% dari target yang ditetapkan. Dibandingkan target belanja daerah dengan realisasi belanja daerah maka terdapat selisih anggaran 2.855.365..080.710,56 sen.
“Sisa anggaran belanja yang tidak terealisasi di pos-pos strategis ini adalah problem yang sangat serius dalam tata laksana pengelolaan keuangan daerah, kapasitas aparatur pelaksana program pembangunan sekaligus derajat akuntabilitas anggaran untuk pelayanan publik,” tegasnya.
Ketiga, pos pembiayaan daerah antara realisasi penerimaan dan pengeluaran pembiayaan mencapai 100% dari target yang ditetapkan.
Namun jika melihat pembiayaan netto sebesar 4.313.926.164.312,37 sen dikurangi defidit anggaran sebesar 516.977.150.199,42 sen maka terdapat Silpa sebesar 3.796.949.014.112,95 sen atau sebesar 9,97% dari dana tersedia.