Liputanjatim.com – Survei yang dirilis lembaga Poltracking cukup membuat publik tercengang, khusunya para politikus di Jawa Timur. Pasalnya, survei yang dilakukan pada 25-31 Januari 2024, menempatkan pasangan Prabowo-Gibran melambung tinggi dan meninggalkan kedua paslon rivalnya di Pilpres 2024.
Dari hasil survei tersebut diketahui paslon nomor 2 itu menguasai 32 kabupaten/kota di Jatim. Sementara Ganjar-Mahfud menang di 4 kabupaten/kota. Sedangkan AMIN menang di dua kabupaten. Elektabilitas Prabowo-Gibran di Jatim berada di angka 60,1%, sedangkan Ganjar Pranowo-Mahfud MD di angka 17,2%. Menyusul di bawahnya Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) di angka 14,9%.
Politikus PDIP Jatim, Diana Sasa mengaku heran dengan munculnya survei tersebut. Ia mengatakan saat ini bertebaran rilis dari berbagai lembaga survei yang hasilnya dinilai anomali, dan dirasa kurang mewakili fakta di lapangan.
“Akhir-akhir ini bermunculan hasil survey yang anomali terhadap hasil survey lembaga lain. Hasilnya kurang mewakili kondisi real lapangan,” kata Sasa, Rabu (7/2/2024).
Anggota DPRD Jatim ini bertanya-tanya, apa yang sebetulnya terjadi? Ia yakin ada faktor tertentu sehingga membuat hasil survei begitu terasa ganjil dibenaknya. “Terlalu njomplang jauh. Ini memunculkan pertanyaan di masyarakat, ada skenario apa? Seakan semua serba dipaksakan,” lanjutnya.
Sasa mengungkapkan, selama perjalanan proses pilpres 2024 berlangsung, ia sering berjumpa dengan masyarakat bawah. Dikatakannya, ada satu hal yang tidak biasa dilapangan. Muncul sikap ketakuan dari masyarakat.
“Saya sering berjumpa masyarakat di akar rumput. Memang ada situasi yang mencerminkan ketakutan dan ketidaknyamanan. Rata-rata yang saya jumpai mengatakan kita lihat nanti di TPS. Jadi, ya sudah biarkan saja survei bilang apa, nanti ujung paku rakyat yang akan menentukan hasil akhir,” kata Sasa.
Kendati demikian, ia tetap menghargai apapun hasil yang dikeluarkan lembaga survei. Namun yang perlu diingat, semuanya ada pertanggungjawaban moral, lebih-lebih jika hasil yang survei nantinya berbeda dengan hasil akhir penghitungan suara di TPS.
“Setiap lembaga survey, memilikk tanggungjawab moral dan keilmuan untuk mempertanggungjawabkan hasil surveinya,” pungkasnya.