Liputanjatim.com – Fraksi PKB DPRD Jawa Timur terus memberikan perhatian bencana alam khususnya kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang saat ini rawan terjadi ditengah musim kemarau.
Anggota Fraksi PKB, Umi Zahrok mengatakan, fenomena elnino ini memang harus menjadi pelajaran agar pemerintah kedepannya dapat meminimalisir potensi terjadinya kebakaran dan kekeringan.
Hingga Agustus BPBD Jatim mencatat sudah ada 500 Hektar lebih lahan di 14 kabupaten/kota se Jatim yang terjadi kebakaran. Terbaru kebaran terjadi di kawasan hutan dan lahan di Gunung Lawu. Luasnyaa pun mencapai 2.000 hektar lebih.
Berbagai langkah pun dilakukan pemerintah dalam mengatasi bencana tersebut. Mulai dari pemadaman manual hingga melalui udara dengan water bombing.
Oleh karenanya, sambung Umi Zahrok, Fraksi PKB setidaknya memberikan tiga rekomendasi terkait masalah kebakaran dari titik pencegahan hingga penangannya.
Yang pertama dari segi pengantisipasian, ia meminta masyarakat agar tidak gampang bermain api di daerah kekeringan, sehingga menimbulkan kecerobohan dan dapat terjadinya kebakaran. Meskipun pembakaran tersebut untuk penyemaian, seperti membakar jerami hasil panen di sawah atau membakar sisa pohon tebu, di ladang luas.
“Itu berpotensi merambah kepada lahan yang lain nantinya. Ini membahayakan dan ini memang sering terjadi karena kelalaian kita,” kata Umi Zahrok saat dikonfirmasi, Rabu 11 Oktober 2023.
Selanjutnya, pihaknya meminta agar terjalin sinergitas antar stakeholder pemerintah. Seperti kebakaran yang terjadi di Kabupaten Trenggalek, harus ada gotong royong antar OPD. Karena selain BPBD yang bertanggung jawab untuk pemadaman api, ada perhutani yang mempunyai tanggung jawab yang sama.
“Karena Karena 50% lebih Trenggalek itu kawasan hutan miliknya perhutani. Makanya ini yang diminta ikut serta dalam penanggulangan bencana ini,” ujarnya.
“Kita juga merekomendasikan sinergitas itu tidak boleh ada ego sektoral, harus semuanya bergotong-royong,” lanjutnya.
Pun demikian dengan kekeringan yang melanda di sebagian wilayah di Jatim. Sikap saling membantu juga harus dilakukan oleh PDAM untuk menyalurkan airnya. Bekerjasama dengan opd lain yang mempunyai kekuatan untuk menyalurkan.
“Sekarang ini terjadi di Kabupaten Jember atau di daerah-daerah lain yang mengalami kekeringan. Ini memang seperti BUMN, PDAM bergotong-royong, semua OPD, yang namanya dalam kondisi darurat harus bergotong-royong untuk mensuplai air dan lain-lainnya. Kalau ada istilahnya membeli air untuk mengurangi kekeringan atau memadamkan kebakaran itu namanya bukan bersinergi dengan OPD lain, tetapi itu namanya by project, membeli kan!” tutur anggota Komisi E DPRD Jatim ini.
Selain itu, yang juga menjadi rekomendasi pihaknya yakni soal anggaran untuk tim relawan yang berada di bawah juga harus ditambah. Ia mengungkapkan, saat mendengan keluhan dari BPBD Trenggalek, para relawan diberikan upah Rp. 100 ribu setiap kali bencana melanda. Hal itu menurutnya tidak pantas karena selain berada di ujung tombak penanganan, mereka juga mempunyai resiko yang tinggi.
“Lah di ujung tombak ini harus diperhatikan. Mereka juga mempunyai keluarga meski mereka disebut dengan relawan. Biar ada semangat lah dari kita untuk menangani, menyelamatkan korban, menyelamatkan sumber daya alam yang ada tempat kita,” pungkas politisi asal Jember tersebut.