Liputanjatim.com – DPRD Jawa Timur dibuat gregetan atas Jawaban Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur yang menyebut seluruh proses pembahasan Perubahan APBD 2023 sudah sesuai Aturan. Karena faktanya, dasar hukum yang dipakai Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) ternyata peraturan untuk APBD Murni, bukan Perubahan APBD Tengah tahun berjalan. Selain itu faktanya, jelas terdapat perbedaan angka antara KUA PPAS dengan Nota Keuangan yang dibacakan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa saat Paripurna 8/9/2023 kemarin.
Juru Bicara Fraksi Gerindra DPRD Jatim, Rohani Siswanto mengatakan, bahwa pernyataan Sekdaprov sebagai Ketua TAPD itu jelas sangat naif. Karena tidak mengakui fakta-fakta yang ada. “Pernyataan Sekdaprov tidak ada perbedaan itu tentu suatu kenaifan di dalam berfikir,” ungkap Rohani, pada rapat paripurna pandangan umum Fraksi terhadap Raperda tentang P-APBD Jatim tahun anggaran 2023, Selasa (12/9). “
Rohani yang juga Wakil Ketua Komisi A DPRD Jatim ini membeberkan, faktanya angka belanja berubah dari rancangan KUA PPAS Perubahan 2023 sebesar Rp 35.129.253.255.209 menjadi Rp 34.786.031.255.209 saat kesepakatan KUA PPAS Perubahan 2023 dan menjadi Rp 35.232.891.255.255.208 saat nota keuangan.
“Kecerobohan anak buah (Sekdaprov Jatim, red) ini bisa membahayakan Bu Gubernur lho. Kami kembali mengingatkan kalau ada apa-apa, Fraksi Gerindra sudah mengingatkan,” jelasnya.
Rohani juga tidak dapat membenarkan penejelasan Sekdaprov Jatim bahwa selisih belanja antara kesepakatan KUA PPAS P-APBD 2023 dengan Rancangan perubahan APBD 2023, karena pada saat nota keuangan terjadi pergeseran anggaran. Meskipun kemudian Sekdaprov berdalih hanya pergeseran dari pos pembiayaan ke pos belanja daerah. Dimana kemudian menjadi dasar yang menyatakan bahwa nota dan pendapat banggar layak dilanjutkan untuk dibahas ke tingkatan komisi.
“Ini sungguh tidak dapat dibenarkan. Hal ini didasarkan pada ketentuan pasal 170 PP 12/2019 bahwa perubahan KUA dan perubahan PPAS menjadi pedoman perangkat daerah dalam Menyusun RKA SKPD. Faktanya pergeseran tersebut telah menyebabkan perubahan angka pada semua pos belanja, baik belanja operasional, belanja modal, belanja, tidak terduga maupun belanja transfer,” beber Rohani. “Ini belum termasuk perubahan perubahan dalam RKA di OPD-OPD, jadi dampaknya cukup luas,” sahutnya.
Pergeseran secara sepihak yang dilakukan oleh TAPD, kata Rohani, tidak saja mencederai norma yang ada, tetapi juga secara etika hubungan antara legislatif dan eksekutif.
“Karena sejatinya perubahan ataupun pergeseran anggaran yang ada di APBD, seharusnya dilakukan melalui proses pembahasan bersama antara TAPD dengan Badan Anggaran. Jangan sampai DPRD hanya dijadikan ‘tukang stempel’ untuk melegitimasi perubahan/pergeseran secara secara sepihak yang dilakukan oleh TAPD,” terang dia.
“Jangan sampai hal tersebut menjadi hal yang lumrah dilakukan, sehingga berpotensi memunculkan adanya ‘anggaran siluman’ atau ‘kesepakatan setengah kamar’ diluar pembahasan yang semestinya,” tambahnya.
Fraksi Gerindra, kata Rohani, ada kesalahan besar yang disampaikan Sekdaprov soal acuan hukum yang menjadi dasar pergeseran anggaran pada proses Perubahan APBD. Dimana Sekdaprov mengatakan pergeseran (secara sepihak) ini disebabkan karena mengikuti peraturan perundang-undangan, baik ketentuan Pasal 78 PP 12 tahun 2019, SE Kemendagri Nomor 900.1.9.2/435/SJ tentang pendanaan pemilukada serta perda nomor 6 tahun 2022 tentang dana cadangan. “Nah, ini tidaklah tepat disampaikan sebagai landasan pembenaran,” urainya.
Disamping itu, pihaknya juga menilai tidak tepat soal regulasi perbedaan antara KUA PPAS dengan nota keuangan diperbolehkan berdasarkan Pasal 94 PP 12 tahun 2019.
“Pasal 94 PP 12/2019 tersebut adalah landasan yang seharusnya dipergunakan untuk pengeluaran kedaruratan/mendesak pada APBD murni, bukan pada kondisi APBD Perubahan. Kalau boleh kami ibaratkan melalui pantun, Ke Madiun naik becak, tidak nyambung Pak,” sindirnya.
Di akhir penyampaiannya, Rohani menegaskan pemikiran kritis Fraksi Gerindra kepada TAPD ini, adalah bentuk cintanya kepada Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
“Semoga terselamatkan oleh langkah TAPD yang dipimpin Sekdaprov Adhy Karyono yang tidak memahami alur proses APBD dan P-APBD,” pungkas Rohani.
Sebelumya, Sekdaprov Jatim Adhy Karyono ngotot tidak ada perbedaan antara Rancangan Perubahan KUA PPAS P-APBD 2023 dengan Nota Keuangan Rancangan Perda Perubahan APBD 2023. Menurutnya, yang terjadi hanya perbedaan penafsiran antara banggar dengan TAPD dalam memahami postur anggaran. “Adanya selisih belanja antara kesepakatan Rancangan Perubahan KUA PPAS P-APBD 2023 dengan Nota Keuangan Raperda Perubahan APBD 2023 karena pada saat Nota Keuangan Raperda Perubahan APBD 2023 terjadi pergeseran anggaran yang awalnya berada pada Pos Pembiayaan, digeser ke pos belanja. Dengan begitu, nota dan pendapat banggar layak dilanjutkan untuk dibahas ke Komisi,” kata Adhy di Surabaya, Senin (11/9).
Secara regulasi, lanjut Adhy, perbedaan antara KUA PPAS dengan Nota Keuangan diperbolehkan berdasarkan PP No. 12 Tahun 2019 Pasal 94. Yakni bila terdapat penambahan kebutuhan pengeluaran akibat keadaan darurat termasuk belanja untuk keperluan mendesak, kepala SKPD dapat menyusun RKA SKPD diluar KUA dan PPAS.