Liputanjatim.com – Pemerintah tengah menggodok peraturan turunan dari rencana hapus kredit macet UMKM Dalam rangka menggalakkan kembali UMKM pasca pandemi Covid-19. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Dalam hal ini, Presiden Jokowi telah menyetujui bank BUMN hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM dengan maksimal plafon Rp 5 miliar. Pada tahap pertama, kredit yang masuk ketentuan senilai Rp 500 juta, khususnya bagi debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Dirut PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) atau BRI Sunarso merespon santai rencana pemerintah yang akan menghapus tagih dan hapus buku kredit macet UMKM. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap kinerja BUMN yang fokus pada bidang UMKM itu.
“Bagi BRI terus terang aja, ada ketentuan boleh hapus tagih ataupun tidak, tidak berpengaruh karena faktanya adalah yang sudah dihapus buku itu kalau memang tidak bisa bayar, ya sudah kita nggak tagih, karena effort untuk menagih lebih besar biayanya dari pada hasil tagihan itu sendiri, ya terus buat apa dilakukan,” kata Sunarso saat paparan Kinerja Triwulan II-2023 dalam konferensi pers , Rabu (30/8/2023).
Ia menambahkan, pihaknya lebih baik mencari nasabah baru daripada mengupayakan penagihan terhadap kredit macet yang sudah sampai belasan tahun atau yang debiturnya sudah meninggal. Menurut Sunarso, dengan ada atau tidaknya aturan tersebut, BRI tetap akan melakukan hapus buku bagi kredit macet.
Meskipun demikian, kata Sunarso, pemerintah perlu memberikan kriteria untuk kredit yang dapat dihapus tagih dan dihapus buku agar tidak menyebabkan moral hazard dalam penerapannya. Sehingga beberapa bank pemerintah saat ini belum berani untuk melakukan hapus tagih terhadap portfolio kredit macet yang sudah dihapus buku tersebut karena termasuk aset negara.
“Dan itu sebenarnya lebih untuk kepentingannya masyarakat, supaya yang kreditnya dulu macet mungkin karena bencana segala macam itu, bisa dapat pemutihan dan kemudian dia bisa usaha lagi,” terang Sunarso. Ia juga menyampaikan, aturan tersebut juga penting untuk dibuat agar sebenarnya level aturan main bank milik pemerintah sama dengan bank-bank swasta yang sudah biasa melakukannya. (AK)